Perajin rotan dan tempe di Cirebon, Jawa Barat, menginginkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat kembali stabil, karena dengan adanya pelemahan ada pengaruh positif dan negatifnya.
"Kalau kita di kerajinan rotan memang diuntungkan ketika rupiah melemah, namun kami lebih memilih rupiah stabil," kata perajin rotan Cirebon, Sumarca, di Cirebon, Selasa.
Menurutnya bagi para perajin rotan yang hasilnya itu diekspor ke luar negeri, maka akan mendapatkan peningkatan pendapatan ketika rupiah melemah, sekitar 5-10 persen dari biasanya. Namun lanjut Sumarca, para perajin rotan juga harus mengeluarkan kos produksi, karena ada beberap komponen yang harus dibeli dengan impor.
"ita juga harus menambah kos biaya produksi terutama untuk komponen impor, artinya ada pengeluaran yang meningkat juga," ujarnya.
Sementara itu perajin tempe Cirebon, Sandi mengaku merasakan imbas dari lemahnya nilai tukar rupiah, karena harga kedelai impor yang dijadikan bahan baku tempe naik sekitar Rp500 per kilogram. Dia mengatakan sebelum rupiah melemah, harga kedelai impor Rp7.500 per kilogram, sekarang sudah menembus Rp8.000 per kilogram.
"Artinya ada peningkatan biaya produksi, jelas ini membebani," katanya.
Sandi mengatakan meningkatnya biaya produksi tempe menjadikan adanya penurunan pendapatan hingga 40 persen untuk setiap kali produksi. Ia memilih tidak menaikan harga maupun mengurangi takarannya, karena khawatir ditinggal pelanggan.
"Kalau ukurannya diperkecil takutnya pelanggan malah komplain, apalagi kalau dinaikan harganya, makanya kita tetap memproduksi dengan ukuran biasa, meskipun pendapatan menurun sekitar 40 persenan," katanya
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: