Nasib penyelesaian tiga tanker minyak milik PT Pertamina oleh anak usaha PT Soechi Lines Tbk (SOCI) kembali dipertanyakan. Pasalnya, Pengadilan Niaga Medan pada 31 Agustus 2018 mengabulkan permohonan perkara penundaan kewajiban pembayaran utang terhadap anak usaha Soechi, PT Multi Ocean Shipyard (MOS).
Seperti yang dikutip dari Laporan Keuangan Auditan Soechi, MOS sedang membangun tiga kapal tanker untuk PT Pertamina (Persero), satu kapal perintis untuk Satuaan Kerja Peningkatan Keselamatan Lalu Lintas Angkutan Laut Pusat, dan dua kapal kenavigasian untuk Satuan Kerja Pengembangan Kenavigasian Pusat.
Konstruksi masih di tengah jalan, dengan persentase kemajuan konstruksi tiga kapal tanker sebesar 98,18%; 71,08%; dan 61,20%; kapal perintis sebesar 88,29%; dan kapal kenavigasian telah selesai, namun belum diserahkan.
Perjanjian dengan Pertamina malah diperpanjang hingga dua kali dikarenakan MOS tidak dapat menyelesaikan pembangunan kapal tepat waktu. Dalam perjanjian awal, penyerahan kapal seharusnya pada 7 Juni 2015 dan 7 Mei 2016. Ketiga perjanjian tersebut kemudian diperpanjang sampai 31 Mei 2017, yang diperpanjang lagi hingga 30 Mei 2019.
Padahal, satu-satunya pemesan swasta, PT Lautan Pasifik Sejahtera, yang merupakan pihak terafiliasi membatalkan kontraknya dengan MOS karena kapal yang dipesan molor bertahun-tahun.
Pemerintah dalam Perpres Nomor 70 Tahun 2012 mengenai Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, "Penyedia barang/jasa yang terlambat menyelesaikan pekerjaan dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam kontrak karena kesalahan penyedia barang/jasa, dikenai denda keterlambatan sebesar 1/1.000 (satu per seribu) dari nilai kontrak atau nilai bagian kontrak untuk setiap hari keterlambatan." Jika dikalkulasika, denda akan mencapai angka puluhan juta dolar.
Menurut Kepala Riset Koneksi Capital, Alfred Nainggolan, setiap kasus hukum yang mendera emiten akan membuat kabur investor, terlebih dalam kondisi ketidakpastian pasar saat ini.
"Investor sangat sensitif terhadap emiten-emiten yang punya masalah hukum," jawab Alfred menanggapi putusan Pengadilan terhadap Soechi, Jakarta, Senin (17/9/2018).
Ia menjelaskan, saat ini ada 597 emiten yang menjadi pilihan investor. Sehingga investor lebih memilih saham emiten-emiten yang tidak terkena kasus perdata. Hal itu akan berpengaruh pada pencapaian kinerja emiten dengan kasus hukum.
"Jadi kalau ditanya berpengaruh (kasus PKPU Soechi), pasti berpengaruh, apalagi IHSG dalam koreksi dan saham-saham semakin murah, sehingga tekanannya makin berat bagi emiten yang terkena kasus perdata," papar dia.
Untuk diketahui, Soechi pada perdagangan kemarin ditutup turun 3 poin atau -2,1% ke level 143 dengan nilai transaksi Rp318,6 juta.
Sekadar informasi, MOS merupakan perusahaan yang dimiliki 99,99% oleh Soechi dan didirikan pada 2 November 2007, khusus bergerak di bidang galangan kapal. Pada 2014, Soechi meningkatkan modal ditempatkan dan disetor MOS dari Rp300 miliar menjadi Rp420 miliar dengan konversi utang MOS kepada Soechi. Selanjutnya pada 2016, modal ditempatkan dan disetor kembali ditingkatkan menjadi Rp840 miliar dengan cara yang sama.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: