Polrestabes Bandung selidiki kasus penipuan pembangunan perumahan di Bandung yang mengakibatkan sebanyak 135 orang diduga menjadi korban penipuan berkedok properti yang dilakukan kelompok usaha PT Syna Group dengan kerugian mencapai Rp11,4 miliar.
"Kami melaporkan kasus ini ke Polrestabes Bandung terkait penipuan pembangunan perumahan di Bandung," ujar kuasa hukum korban, Yun Ermanto, di Mapolrestabes Bandung, Selasa.
Yun mengatakan, Syna Group merupakan kelompok usaha yang terdiri dari tiga perusahaan, yaitu PT Anairis Putri Cahaya, PT. Jaka Tingkir Abadi, dan PT Bandung International Property.
Kelompok usaha pimpinan Iwan Cica Erlangga ini, menjual unit perumahan di empat lokasi yang ada di Bandung raya yakni Syna Sindanglaya, Syna Cikadut, Syna Cigendel, dan Syna Cikancung. Mereka menawarkan pembangunan perumahan tipe 36 dengan harga murah yakni Rp105 juta per unit apabila dibayar secara tunai dan Rp270 juta jika dicicil.
Sejak ditawarkan pada 2016, tak ada satupun perumahan di empat lokasi tersebut selesai pembangunannya. Bahkan, kantor-kantor perusahaan Syna Grup yang ada di Kota Bandung telah tutup.
Mencium adanya gelagat penipuan serta tidak kooperatifnya pihak Syna Grup dalam menjelaskan duduk perkara perihal belum selesainya rumah, para korban pun melaporkan kasus tersebut ke Polrestabes Bandung.
"Pada tahun 2016, konsumen Syna Sindanglaya melaporkan kasus mandegnya pembangunan kepada kepolisian," kata dia.
Pada 2017 anak perusahaan Syna Grup, PT Anairis Putri Cahaya, kembali membangun perumahan di Cikadut dan kembali memakan korban. Merasa geram, konsumen kemudian mencari keberadaan Iwan dan berhasil terlacak di Tasikmalaya. Di Tasik, Iwan diduga kembali membuka proyek perumahan Syna.
"Konsumen didampingi aparat setempat, menangkap Iwan di Tasikmalaya saat ia akan kembali membangun proyek perumahan yang diduga bodong di sana," katanya.
Merasa ada pelaku lain selain Iwan, pada Maret 2018 konsumen Cikadut pun berbondong-bondong melaporkan Wildan Amarul Husna selaku Direktur Utama PT. Anairis Putri Cahaya dan Ajeng Kartini selaku Direktur Keuangan PT Anairis Putri Cahaya. Pelaporan tahun 2016 pun diangkat kembali.
"Wildan berhasil diamankan polisi di Bandung, sementara Kartini ini dalam catatan polisi itu DPO," kata dia.
Ia berharap polisi bisa segera menangkap Ajeng Kartini untuk membuka seluruh aliran dana dari konsumen.
"Persoalan kunci di si Ajeng Kartini. Dari Kartini ditangkap kita bisa mengetahui aliran dana dari konsumen," kata dia.
Sementara itu, salah satu korban Syna Group, Teguh Arifin (29) mengatakan, awalnya ia tidak merasa ada kejanggalan terhadap bisnis properti yang akan dikembangkan perusahaan tersebut.
Harga yang ditawarkan murah, ia mencoba mencari informasi mengenai lahan yang akan dibangun, dan menanyakan kelengkapan dokumen-dokumen.
"Makanya saya dengan survei ada, pengerjaan ada, alat-alat berat ada, itu meyakinkan saya. Awalnya tidak ada kecurigaan," kata dia.
Ia pun kemudian memberikan uang sebesar Rp315 juta untuk tiga unit rumah. Lama terdengar kabar rumah belum selesai, ia kemudian kembali melakukan survei dan menemukan lahan di Cikadut telah disegel Pemkab Bandung.
Teguh lantas menanyakan ke pihak pemerintah kabupaten dan mendapat info bahwa pembangunan perumahan di Cikadut ilegal.
"Tapi dalam perjalanan tanah (di Cikadut) tersebut dalam bentuk sengketa, karena belum ada transaksi antara pemilik rumah awal sama Syna Group, dan tidak ada IMB (izin mendirikan bangunan)," kata dia.
Ia berharap kasus yang menimpanya bersama ratusan warga lainnya segera selesai dan uang yang telah disetorkan bisa kembali lagi.
"Semoga polisi mengusut tuntas, ini miliaran rupiah," katanya.
Saat mencoba mengonfirmasi dugaan penipuan tersebut nomor kontak PT Anairis Putri Cahaya sudah tidak tersambung, sementara alamat kantor PT Syna Group di Jalan AH Nasution nomor 57 telah berubah menjadi dealer motor.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: