Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

BPJS Kesehatan Klaim Pangkal Defisit Karena Iuran Terlalu Murah

BPJS Kesehatan Klaim Pangkal Defisit Karena Iuran Terlalu Murah Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris di Jakarta, Senin (17/7/2017). BPJS Kesehatan memperkenalkan program Jaminan Kesehatan Nasional secara elektronik (e-JKN) melalui soft lauching aplikasi mobile JKN. | Kredit Foto: Fajar Sulaiman
Warta Ekonomi, Jakarta -

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bersama pemerintah terus berupaya untuk menekan defisit anggaran yang menderanya. Pada tahun ini diperkirakan defisit yang dialami badan penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) dapat mencapai Rp16,5 triliun.

Menurut Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, ada sejumlah penyebab terjadinya defisit Dana Jaminan Sosial (DJS) yang dikelola BPJS Kesehatan. Pertama, karena iuran saat ini belum sesuai atau masih terlalu murah dengan perhitungan aktuaria DJSN.

Padahal Program JKN-KIS menggunakan pendekatan dan prinsip anggaran berimbang, yang mana pendapatan dan pengeluaran harus sama. Kondisi ini juga menyebabkan biaya per orang per bulan lebih besar dibanding iuran per orang per bulan.

“Sebetulnya titik masalahnya terletak di besaran iuran saat ini yang belum sesuai dengan hitungan aktuarial. Meski besaran iuran Program JKN-KIS saat ini masih dalam posisi underpriced, pasti ada resistensi dari sebagian masyarakat apabila dilakukan penyesuaian iuran,” katanya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR RI, beberapa waktu yang lalu.

Selain itu juga terjadi perubahan morbiditas penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang sakit terus meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini terjadi karena belum optimalnya upaya pembangunan kesehatan masyarakat.

Sampai dengan Agustus 2018, pengeluaran BPJS Kesehatan untuk membiayai penyakit katastropik mencapai Rp 12 triliun atau sekitar 21,07% dari total biaya pelayanan kesehatan. Padahal berbagai penyakit katastropik tersebut sangat bisa dicegah melalui penerapan pola hidup sehat. 

“Oleh karena itu, BPJS Kesehatan juga fokus untuk menjaga masyarakat yang sehat tetap sehat melalui berbagai program promotif preventif yang dilaksanakan. Sementara bagi masyarakat yang berisiko menderita penyakit katastropik seperti diabetes melitus dan hipertensi, dapat mengelola risiko tersebut melalui Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) yang juga merupakan bagian dari upaya promotif preventif,” ujar Fachmi.

Pada kesempatan yang sama, Fachmi juga memaparkan sejumlah upaya yang sudah dilakukan BPJS Kesehatan untuk mengendalikan defisit. Sesuai dengan hasil Rapat Tingkat Menteri beberapa waktu yang lalu, strategi yang dilakukan antara lain suntikan dana dan optimalisasi tata kelola Program JKN-KIS.

Selain itu, juga dilakukan optimalisasi manajemen klaim dan mitigasi fraud, penguatan peran BPJS Kesehatan dalam strategic purchasing, optimalisasi peran FKTP sebagai gate keeper, dan penguatan efisiensi operasional.

Sampai dengan 14 September 2018, jumlah peserta JKN-KIS telah mencapai 202.160.855 jiwa. Dalam hal memberikan pelayanan kesehatan, BPJS Kesehatan telah bekerja sama dengan 22.531 FKTP, 2.434 rumah sakit (termasuk di dalamnya klinik utama), 1.546 apotek, dan 1.093 optik.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Kumairoh

Bagikan Artikel: