Komnas Perempuan meminta Atase Ketenagakerjaan Kemenakertrans dan Kemenlu untuk memberikan penjelasan ke publik terkait upaya-upaya yang sudah dan akan dilakukan untuk membebaskan WNI lain yang sedang terancam hukuman mati di luar negeri.
Hal ini menindaklanjuti eksekusi mati tanpa notifikasi yang menimpa buruh migran asal Majalengka, Tuti Tursilawati di Arab Saudi, Senin (29/10/2018).
Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Taufiq Zulbahri mengatakan, pemerintah pusat maupun daerah juga harus memberikan kompensasi, rehabilitasi, dan pemulihan psikis kepada keluarga Tuti.
"Termasuk hak kebenaran untuk dapat melihat makam apabila keluarga menghendaki," kata dia melalui pernyataan resmi pada Rabu (31/10/2018) di Jakarta.
Taufiq juga meminta pengacara yang mendampingi kasus seperti ini harus bisa mengintegrasikan pembelaan yang berperspektif HAM Perempuan, melihat jeli kekerasan berbasis gender, khususnya kekerasan seksual yang menjadi pemicu terdakwa melakukan perlawanan dengan kekerasan yang akhirnya membawa mereka berhadapan dengan hukum.
Apalagi kasus kekerasan seksual yang menimpa para Pekerja Rumah Tangga (PRT) migran merupakan kasus yang kerap tidak diproses dan dipertimbangkan karena terhalang oleh isu pembuktian dan kesaksian.
"Bekerja di ranah domestik atau privat akan sulit mencari saksi, bekerja sebagai PRT cenderung diposisikan tidak memiliki posisi tawar, dikarenakan adanya relasi kuasa, termasuk sebagai PRT dan warga asing yang tidak memahami bahasa, di mana tempat dia bekerja, yang berpotensi menghalangi akses keadilan karena kejahatan berbasis ketubuhan tersebut," kata dia.
Pihaknya juga meminta Pemerintah Arab Saudi untuk menghormati prinsip-prinsip HAM. Menurut dia, hak dasar bagi pekerja migran yang berhadapan dengan hukum adalah memberikan notifikasi pada konsuler, hak didampingi pengacara dan penerjemah, termasuk notifikasi rencana pelaksanaan eksekusi, dan lainnya.
Menurut dia, Pemerintah Arab Saudi harus lebih melindungi PRT migran Indonesia, antara lain dengan memberi ruang bagi konsulat melakukan kunjungan langsung ke rumah majikan dalam upaya perlindungan PRT migran.
"Kami juga menilai sistem Khafalah di Arab Saudi merupakan hambatan bagi perlindungan TKI di Arab Saudi, di mana majikan cenderung menjadikan pekerja mereka sebagai bagian dari properti mereka dan hak privasi serta keamanan majikan tidak boleh diganggu gugat," kata dia.
Menurut dia, penerapan sistem Khafalah dilakukan secara absolut, sehingga tidak bisa diintervensi, meskipun ada pekerja asing di dalam rumah tangga tersebut, termasuk merentankan PRT migran akan kekerasan dan menyulitkan akses korban kekerasan terhadap keadilan.
Dia pun menyerukan kepada seluruh dunia, khususnya Indonesia untuk menghentikan hukuman mati karena hukuman mati bukan hanya menghukum yang terpidana, tapi juga seluruh keluarga.
"Begitu pun media dan media sosial, untuk turut berempati dengan keluarga Tuti Tursilawati, dengan tidak membuat pemberitaan atau proses mencari berita yang menambah penderitaan keluarga," ucap dia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: