Penguatan mata uang rupiah terhadap dolar AS yang terjadi sejak awal November 2018 sedikit diluar perkiraan pengamat ekonomi maupun para pelaku pasar keuangan. Pergerakan rupiah yang tercatat sekitar Rp15.200-an pada akhir Oktober 2018, tiba-tiba mencapai Rp14.500 per dolar AS-Rp14.600 per dolar AS pada pertengahan November, hanya dalam kurun waktu dua minggu.
Meski sempat mengalami perlemahan sebanyak 12 poin, pada Senin (12/11) pagi, menjadi Rp14.680 dibandingkan posisi sebelumnya Rp14.668, mata uang garuda masih terlihat kokoh dibandingkan pergerakan mata uang negara berkembang lainnya.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan tiga penyebab nilai tukar rupiah menguat dalam waktu relatif cepat karena faktor eksternal maupun internal yang saling mendukung. Penyebab pertama adalah kepercayaan investor global yang meningkat karena membaiknya indikator ekonomi domestik seperti realisasi pertumbuhan ekonomi domestik triwulan III-2018 serta laju inflasi tahun ke tahun (yoy) sebesar 3,16 persen hingga Oktober 2018.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2018 sebesar 5,17 persen tahun ke tahun (yoy), yang utamanya didorong oleh kinerja konsumsi rumah tangga. Perry menilai pasar merespon positif dari perbaikan data pertumbuhan ekonomi yang masih diatas lima persen dalam kondisi yang masih diliputi ketidakpastian serta laju inflasi yang masih berada dibawah sasaran 3,5 persen.
Penyebab kedua adalah pemberlakukan pasar valas berjangka untuk domestik atau Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) yang baru diterbitkan oleh bank sentral dan efektif sejak 1 November 2018 untuk menjaga pergerakan rupiah.
Perry mengklaim pasokan dan permintaan di pasar DNDF sudah berjalan baik dengan total transaksi selama sembilan hari berjalan mencapai 115 juta dolar AS. Sebagai gambaran, sesuai tujuannya, pemberlakuan Domestik NDF dapat membuat pasar keuangan domestik berkembang sehingga pasar NDF di Luar Negeri menjadi kurang diminati.
Sebelum terdapat Domestik NDF, selama ini pasar NDF di Luar Negeri yang begitu volatil menjadi salah satu penyebab melemahnya nilai tukar rupiah di pasar domestik.
"Pemantauan kami soal DNDF berkembang dengan cukup baik. Pasokan dan permintaan berkembang sehingga menambah pendalaman pasar," kata Perry.
Penyebab ketiga adalah meredanya perang dagang antara AS dan China menyusul rencana pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping di perhelatan G20 pada akhir November 2018. Pertemuan pemangku kebijakan paling berpengaruh di dunia tersebut diklaim untuk membahas solusi perang dagang antara dua negara yang telah terjadi sejak awal tahun dan telah ditunggu oleh seluruh pelaku keuangan global.
Kondisi penguatan rupiah ini juga didukung oleh masuknya aliran modal asing ke pasar keuangan Indonesia sejak awal November 2018 yaitu mencapai Rp19,9 triliun, yang terdiri dari portfolio Surat Berharga Negara (SBN) Rp14,4 triliun dan saham Rp5,5 triliun.
Perry memastikan aliran modal asing kepada obligasi pemerintah maupun saham tersebut telah memperlihatkan adanya kepercayaan dari investor global terhadap kinerja perekonomian Indonesia. Tingkatkan kewaspadaan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan fenomena penguatan rupiah merupakan hal yang baik ketika negara berkembang, termasuk Indonesia, rentan terhadap penguatan ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat.
Untuk itu, pergerakan rupiah yang berada dalam tren positif ini harus dipertahankan melalui berbagai upaya, salah satunya dengan terus mengkomunikasikan kepada pelaku pasar keuangan bahwa indikator perekonomian Indonesia dalam keadaan terjaga dan stabil.
Selama ini, pemerintah telah berupaya untuk menjaga pertumbuhan ekonomi diatas lima persen, laju inflasi rendah serta meningkatkan kesempatan kerja dan menekan tingkat kemiskinan. Selain itu, penguatan fundamental perekonomian telah dilakukan dengan mendorong investasi berbasis ekspor dan subtitusi impor serta menggunakan barang dalam negeri agar defisit neraca transaksi berjalan (CAD) dapat mengecil.
Untuk mengundang investasi dan mengurangi konsumsi barang impor, pemerintah telah membenahi sistem layanan perizinan terintegrasi (OSS) serta menyesuaikan tarif PPh impor barang konsumsi dan mewajibkan penggunaan konsumsi biodiesel (B20).
"Kita akan tetap fokus menjaga, agar CAD tetap bisa kita kelola, karena itu adalah salah satu sumber yang dapat menimbulkan persepsi terhadap perekonomian Indonesia," kata Sri Mulyani.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: