Cawapres Ma'ruf Amin menyebut pasangannya yakni Joko Widodo (Jokowi) sebagai santri.. Belakangan diakui, santri dimaksud bukan berarti pernah mondok, tapi Jokowi punya guru di pesantren di Situbondo.
Merespons hal itu, Wasekjen Partai Amanat Nasional (PAN), Saleh Partaonan Daulay, mengatakan pengertian santri tidak boleh disimplikasi. Sebab, secara sosilogis dan historis, masyarakat sudah memahami secara umum makna santri adalah pernah menimba ilmu dan tinggal di pesantren.
“Mengasosiasikan seseorang sebagai santri harus sesuai dengan konteks sosiologis dan historis yang ada,” ujarnya di Jakarta, Selasa (13/10/2018).
Menurut Saleh, santri itu mestinya orang yang pernah mondok (menempuh pendidikan formal) dan belajar ilmu agama Islam secara sungguh-sungguh di pesantren. Bukan santri dalam arti kiasan.
“Kalau hanya belajar Islam lewat pendidikan formal non-keagamaan, sepertinya sulit diidentifikasi dan dikategorikan sebagai santri,” katanya.
Ia menjelaskan, di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengertian santri adalah orang yang mendalami agama Islam atau orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh atau orang yang saleh. Dari defenisi ini, menurut Saleh, masyarakat bisa melihat siapa yang bisa disebut santri dan siapa yang tidak.
“Soal Presiden Jokowi, silahkan dinilai sendiri seperti apa. Menurut saya, tidak perlu menyebutnya sebagai santri untuk meraih dukungan,” imbuhnya.
Ia menambahkan, Jokowi-Ma'ruf sebagai capres petahana memiliki banyak bahan jualan politik lain, ketimbang menjual istilah yang kurang tepat untuk diklaim.
“Bukankah sebagai petahana banyak hal lain yang bisa dijual kepada masyarakat tentang sosoknya,” jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Irfan Mualim
Editor: Irfan Mualim