Bangun Government 4.0, Rencana Perpres Satu Data Indonesia Akan Segera Diberlakukan
Sebagai pondasi dari pembangunan pemerintah era Industri 4.0, Sistem Satu Data akan diselesaikan sebelum masa pemerintahan Presiden Jokowi berakhir. Oleh karena itu, Rencana Peraturan Presiden (Perpres) tentang Satu Data Indonesia sedang diproses agar dapat diberlakukan segera.
Deputi Kepala Staf Kepresidenan Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-Isu Sosial, Ekologi dan Budaya Strategis, Yanuar Nugroho mengungkapkan Rencana Perpres itu sedang berada dalam tahap permintaan paraf dari para menteri. Ia mengatakannya saat ditemui oleh Warta Ekonomi pada acara 'Sosialisasi Satu Data Indonesia Menuju Revolusi Industri 4.0', Senin (26/11/2018).
"Jadi, ini kan diinisiasi oleh Bappenas, Bappenas bersama dengan Setneg sudah mengedarkan permintaan paraf kepada para menteri. Harapannya tentu semua menteri mudah-mudahan bisa segera memberikan paraf," ujar Yanuar.
Menurutnya, pihak yang menginisiasi adalah Bappenas, Kemenkominfo, Kementerian PANRAB, Kemenkeu, Kepala Badan Pusat Statistik, dan Badan Informasi Geospasial.
"Kalau saya tidak salah itu bappenas, kominfo, PANRB, kemenkeu, kepala bps, big, cukup banyak. Sudah diminta tanda tangan," ujarnya.
Bila semua menteri telah menandatangani Rencana Perpres Satu Data Indonesia, maka dokumen itu akan segera diberikan kepada Presiden Joko Widodo untuk ditandatangani. Targetnya, semua akan diselesaikan sebelum masa jabatan pemerintah saat ini berakhir.
"Kita bisa membentuk platform digital pemerintah elektronik Indonesia dengan Sistem Satu Data. Itu yang mau kita kejar. Mudah-mudahan menjadi legacy-nya Pak Jokowi di periode ini," kata Yanuar.
Rencana Perpres tersebut diperbarui hingga akhirnya menjadi berhenti di versi ke-23. Pembaruan-pembaruan tersebut dibuat untuk mengatur seberapa ketat peraturan itu nantinya, sekaligus proses mengadopsi perkembangan data, begitulah menurut Yanuar.
"Jadi, melalui Rencana Perpres Satu Data ini kami mau mengelola sesuatu yang bergerak dengan cepat. Jadi, diskusi mengenai Rencana Perpres itu dilakukan untuk mengatur seketat atau selonggar apa. Perpres itu mengambil posisi harus cukup longgar karena kalau terlalu ketat malah cepat tidak relevan. Jangan sampai begitu ditanda tangan bisa langsung tidak relevan," jelasnya lagi.
Berdasarkan penjelasan Yanuar diketahui, bila peraturan terlalu detil maka peraturan hanya akan berlaku dalam waktu singkat karena teknologi selalu berkembang setiap saat. Misalnya, dalam peraturan terkait tata kelola data, meta data, atau interoperabilitas, tidak boleh terlalu detil.
"Kalau kita bicarakan tata kelola data, meta data, atau interoperabilitas, itu tidak boleh terlalu detil. Karena kalau terlalu detil akan kalah dengan teknologi. Seandainya kita menggunakan teknologi blockchain untuk data pemerintah coba, kalau terlalu ketat perpres nya akan berbahaya," ujar Yanuar.
Kemudian ia mengungkapkan, Rencana Perpres itu juga akan berdampak pada pengguna, termasuk masyarakat sipil, akademisi, dan sebagainya sehingga harus dikonsultasikan ke berbagai pihak.
"Kami mengambil risiko memang. Jujur, selama saya menjadi Deputi II, ini salah satu Perpres dengan versi yang paling panjang dan paling lama dibandingkan perpres lain yang saya kawal, tutup Yanuar.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tanayastri Dini Isna
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: