Program BPJS Ketenagakerjaan belum meyakinkan dan menjadi kebutuhan tenaga kerja. Karenanya, di Sumut baru 25% dari tenaga kerja yang terdaftar jaminan untuk pekerja ini.
Deputi Direktur BPJS Ketenagakerjaan Wilayah Sumbagut, Umardin Lubis mengatakan, saat ini yang menjadi sasaran utama tenaga kerja di sektor mikro dan informal. Karena sektor ini yang harus betul–betul diyakinkan. Lantaran kendala kira, peserta informal merasa tidak wajib karena bukan merupakan kebutuhan.
"Tak beda dengan BPJS kesehatan saat mereka butuh mendaftar, saat tidak tidak butuh lagi, tidak dibayar,” katanya, baru baru ini.
Dikatakannya, BPJS Ketenagakerjaan terus melakukan sosialisasi dan penjaringan peserta, terutama di sektor informal. Untuk itu, di tahun 2019, BPJS ketenagakerjaan mengharapkan pertumbuhan agresif peserta. Apalagi target dinaikan 20% dari tahun 2018.
“Hingga saat ini, kita sudah mencapai 120% dari target yang ditetapkan. Sebagai penyelenggara kita hanya bisa menghimbau. Kita harap tenaga kerja bisa paham akan program BPJS Ketenagakerjaan dan segera mendaftar untuk mendapatkan manfaatnya,” ujarnya.
Diantara program BPJS Ketenagakerjaan adalah Jaminan Kematian (JKM) Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiunan (JP).
“Saya sedikit menyayangkan karyawan yang sudah bekerja lebih dari 10 tahun, bisa sama upahnya dengan yang baru masuk. Harusnya tidak ada sundulan, antara senior dan junior tidak sama (upahnya). Ini tentu merugikan karyawan,” ujarnya.
Untuk membantu karyawan, BPJS Ketenagakerjaan sudah menyurati semua perusahaan. Terutama saat dilakukan penyesuaian upah daerah atau UMK.
“Namun hingga kini, masih banyak laporan upah tidak sesuai dengan yang diberikan kepada karyawannya,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Khairunnisak Lubis
Editor: Vicky Fadil