Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Agar Tidak Tumpang Tindih, Kebijakan Satu Peta Perlu Libatkan Masyarakat

Agar Tidak Tumpang Tindih, Kebijakan Satu Peta Perlu Libatkan Masyarakat Kredit Foto: Kementerian PUPR
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perumusan kebijakan satu peta membutuhkan pelibatan masyarakat. Pelibatan masyarakat sangat penting dilakukan untuk mencegah tumpang tindihnya aturan dan bertabrakannya berbagai kepentingan. Tumpang tindih aturan dan tabrakan dari berbagai kepentingan justru akan membuat kebijakan ini tidak efektif.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Arief Nugraha, mengatakan, kebijakan satu peta diharapkan bisa meminimalisir, bahkan mencegah, konflik-konflik terkait penggunaan dan kepemilikan lahan.

"Selama ini, banyak terjadi tumpang tindih pemanfaatan lahan, sehingga banyak terjadi konflik lahan di daerah-daerah perkebunan, pertambangan dan juga perhutanan," kata Arief dilansir dari keterangan tertulisnya yang diterima Warta Ekonomi di Jakarta, Selasa (18/12/2018).

Untuk itu, Arief melanjutkan, pemerintah perlu mempertimbangkan posisi masyarakat dalam melakukan pemetaan. Karena seringkali lahan yang ditempati masyarakat sejak lama, kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan bisnis.

“Masyarakat sekitar biasanya sudah memanfaatkan lahan-lahan tersebut untuk penghasilan hidupnya. Saat lahan yang menjadi sumber penghidupan mereka tidak terpetakan dengan baik dan tiba-tiba digunakan oleh pihak lain dengan izin dari pemerintah, maka terjadilah konflik lahan tersebut. Konflik lahan seringkali terjadi antara pihak perusahaan dengan pihak masyarakat adat atau sekitar, oleh karena masyarakat perlu dilibatkan dalam pembuatan satu peta ini,” jelasnya.

Saat ini partisipasi masyarakat dalam program ini masih minim dikarenakan mereka belum dapat membuat peta yang sesuai dengan kebutuhan program ini. Oleh karena itu pemerintah harus turut berperan aktif dan memfasilitasi masyarakat yang ada. Misalnya dengan memberikan pendampingan dalam memetakan lahan mereka.

Kebijakan satu peta ini terdiri dari 85 peta tematik dari 34 provinsi dan 19 kementerian. Peta ini diharapkan kedepannya akan menjadi sumber informasi untuk pengelolaan tata ruang. Kebijakan satu peta ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 dan merupakan bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi VIII. Tujuan dari kebijakan satu peta ini dapat menyelesaikan persoalan pemanfaatan lahan di Indonesia terutama dalam masalah tumpang tindih pemanfaatan lahan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Kumairoh
Editor: Kumairoh

Bagikan Artikel: