Kenaikan harga beras yang menerus belakangan ini nampaknya tak akan melambat dalam waktu dekat dan pemerintah sebaiknya memprioritaskan pengamanan stok beras di dalam negeri agar dapat menekan dan menstabilkan harga.
Berbagai faktor yang terjadi belakangan ini telah mendongkrak harga beras, salah satu bahan pokok utama di negeri ini, yaitu datangnya fenomena El Niño yang mengacaukan panen padi, pelarangan eksor beras non-basmati putih oleh India dan harga beras di beberapa negara mitra dagang seperti Thailand dan Vietnam.
Baca Juga: Beras Global Naik Akibat India Kurangi Jatah Ekspor, Apa yang Harus Indonesia Antisipasi?
"Pemerintah memang sudah mengambil beberapa langkah untuk mengatasi lonjakan harga beras ini, tetapi langkah langkah ini masih kurang efektif. Pemerintah perlu memastikan apakah MoU impor beras 1 juta ton dari India masih dapat terealisasi ditengah pelarangan ekspor," ujar Hasran, peneliti Center for Indonesian Policy studies (CIPS).
Selain itu, Indonesia juga perlu memperkuat sisi produksi dengan irigasi dan distribusi benih tahan cuaca ekstrim dan mendiversifikasi sumber impor sehingga tidak bergantung pada beberapa negara pemasok saja, imbuhnya.
Pemerintah menetapkan harga Eceran Tertinggi (HET) melalui Peraturan Badan Pangan nasional Nomor 7 tahun 2023, namun acuan ini sulit diterapkan dan harga beras di pasaran sering melampauinya.
Di tingkat konsumen, harga beras medium di pasar di awal minggu terakhir bulan Augustus sudah mencapai antara Rp 12.650 dan Rp 17.980 per kilogram dengan harga tertinggi di Kalimantan Selatan dan terendah di Nusa Tenggara Barat sedangkan HETnya berada antara Rp10.900 dan Rp12.800 per kilogram.
Pemerintah juga sudah mencoba meredam gejolak harga dengan mengadakan operasi pasar dimana Bulog melepas 640.000 ton stok berasnya ke pasar dalam tiga bulan hingga akhir Juli 2023 dengan harga yang tidak boleh melebihi HET.
Operasi pasar juga direncanakan untuk bulan Oktober hingga Desember dengan jumlah beras yang digelontorkan sama, sekitar 640.000 ton juga
Namun pengamatan CIPS menemukan bahwa harga beras terpantau masih cenderung naik dan semakin meningkat jauh dari harga tahun 2022, dan kenaikan ini sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 2022.
CIPS berpendapat bahwa penerapan HET ini tidak akan efektif karena bila terpaksa menekan margin dengan diterapkannya HET secara tegas, pedagang mungkin malah tidak akan menjual berasnya.
Pemerintah telah menetapkan target menyerap 2.4 juta ton beras selama tahun 2023, sayangnya daya serap tampaknya tidak sesuai dengan yang ditargetkan.
Untuk menjaga stok beras dalam negeri pemerintah perlu memastikan apakah target impor beras sebanyak 1 juta ton dari India tetap terealisasi. Kontrak impor ini sudah ditetapkan bahkan sebelum India menerapkan kebijakan ekspor.
Baca Juga: Mengulik Fenomena Harga Beras yang Terus Melonjak
Pemerintah perlu menggenjot produksi dalam negeri, antara lain dengan memfasilitasi pendistribusian benih yang lebih tahan cuaca ekstrem dan juga memperbaiki dan memperluas jaringan sistem irigasi.
Pelajaran yang dapat ditarik pemeri9ntah adalah bahwa mengandalkan impor dari beberapa negara saja angat beresiko. Pemerintah perlu melakukan diversifikasi impor yang lebih luas, tidak hanya bergantung pada India, Thailand, Vietnam, atau pun Pakistan saja.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait:
Advertisement