Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Sistem Peringatan Tak Aktif, Tsunami Karena Anak Krakatau

Sistem Peringatan Tak Aktif, Tsunami Karena Anak Krakatau Kredit Foto: PLN
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono mengatakan sistem peringatan dini tsunami yang dimiliki BMKG saat ini khusus memantau gempa bumi yang diakibatkan aktivitas tektonik, bukan vulkanik.

"Jadi karena ini dipastikan akibat vulkanik maka tidak ada 'early warning'," katanya di Jakarta, Minggu.

Apalagi, kata dia, tsunami yang melanda Banten dan Lampung terjadi pada Sabtu (22/12) malam sehingga tidak bisa dilihat secara visual aktivitas Gunung Anak Krakatau, sedangkan jika terjadi siang hari, erupsi bisa dilihat.

BMKG sudah berkoordinasi dengan Badan Geologi sejak Sabtu (22/12) malam, namun diketahui sensor Badan Geologi untuk memantau aktivitas Gunung Anak Krakatau rusak akibat erupsi sebelumnya sehingga tidak tercatat.

Namun, dipastikan dari sensor yang ada di Pulau Sertung mencatat pada pukul 21.03 WIB terjadi erupsi.

"Sensor kami di Cigeulis Pandeglang juga mencatat ada usikan. Jadi kesimpulan ini memang akibat aktivitas vulkanik," ujar Rahmat.

Ia menjelaskan bahwa tsunami hanya terjadi jika ada gempa besar, longsoran, atau kejadian lain, seperti letusan gunung api di bawah laut yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air laut.

Kalau kemudian ada tsunami lagi, hal itu artinya ada kejadian lain lagi yang memicunya.

Mengenai tsunami yang menerjang Pandeglang, Serang, dan Lampung Selatan pada Sabtu (22/12), ia mengatakan bahwa penyebabnya masih diteliti oleh Badan Geologi.

Siaran Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di laman resminya menyebutkan bahwa Pusat Vulkanologi merekam adanya gempa tremor terus menerus dengan amplitudo "overscale" 58 milimeter dan letusan Gunung Anak Krakatau pada Sabtu (22/12) pukul 21.03 WIB, namun masih mendalami kaitannya dengan tsunami di Selat Sunda.

Gunung Anak Krakatau pada 22 Desember 2018 teramati mengalami letusan dengan tinggi asap berkisar 300 sampai dengan 1.500 meter di atas puncak kawah.

Menurut PVMBG, rekaman getaran tremor tertinggi yang terjadi sejak Juni tidak menimbulkan gelombang air laut, bahkan hingga tsunami.

Material lontaran saat letusan yang jatuh di sekitar tubuh gunung api itu masih bersifat lepas dan sudah turun saat letusan, ketika itu.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: