Permusyawaratan Antar Syarikat Travel Umrah dan Haji Indonesia (PATUHI) menentang kehadiran perusahaan swasta asing, VFS Tasheel yang melaksanakan pengambilan data biometrik calon jemaah umrah.
Pasalnya VFS Tasheel dinilai telah menimbulkan kegelisahan baru bagi para calon jemaah umrah maupun penyelenggara umrah Indonesia. Kebijakan yang semula dimaksudkan Pemerintah Saudi untuk mengurangi antrean saat kedatangan di Bandara Jeddah maupun Madinah, berubah menjadi prosedur tambahan yang menyulitkan jemaah umrah.
Sekretaris Jenderal PATUHI Muharom Ahmad mengatakan bahwa pelaksanaan pengambilan data biometrik ini bahkan merugikan para pelaku usaha travel umrah dan haji karena ribuan jemaah umrah terlantar dan tertunda keberangkatannya.
"Kalau ada sekitar 2.000 jemaah yang tertunda itu diperkirakan Rp30 miliar kerugiannya dalam tiga minggu sekarang ini," ujar dia melalui siaran pes di Jakarta, Kamis (3/1/2019).
Oleh sebab itu, karena selama proses data biometrik tidak profesional dan belum ada kepastian hukum, penyelenggara umrah dan haji akan menghentikan sementara pengiriman jemaah umrah ke Arab Saudi.
"Jadi, kalau lima bulan saja berhenti itu hampir 500 ribu jemaah tertunda keberangkatannya. Dan itu akan merugikan semua pihak, jemaah tertunda, penyelenggara umrah rugi, termasuk kerugian perusahaan di Saudi Arabia seperti hotel dan katering," paparnya.
Menurutnya, meskipun penyelenggara umrah merugi, namun penghentian pengiriman jemaah ini justru meminimalisir kerugian yang telah terjadi. Hal ini karena penyelenggara umrah tidak mengalami kerugian biaya booking tiket dan hotel apabila jemaah batal diberangkatkan.
"Sekarang ini justru ada upaya menghentikan dulu pengiriman jemaah umrah karena kondisi tidak pasti. Karena kalau kami sudah pesan hotel, tiket, tapi karena proses pengambilan data biometriknya terkendala, akibatnya akan menimbulkan kerugian, siapa yang tanggung kerugian? Tentu VFS tidak akan menanggung kerugian itu. Jadi, daripada ada ketidakpastian itu, maka penyelenggara bersepakat menghentikan dulu sampai ada kepastian hukum," ungkapnya.
"Jemaah tidak akan pernah mau tahu karena dia tidak berangkat, maka dia menuntut diberangkatkan atau dikembalikan uangnya, sementara penyelenggara sudah booking duluan dan itu belum tentu bisa dikembalikan oleh pihak hotel atau penerbangan. Jadi, kerugian akan terjadi di kami," tambahnya.
Sementara terkait keluhan jemaah terntang VFS Tasheel yang memperlambat proses pemberangkatan umrah sudah dilayangkan PATUHI kepada Kementerian Agama, Kemenlu, DPR, Kedutaan Besar Saudi Arabia di Jakarta serta langsung menemui Wakil Menteri Haji bidang Umrah, Wazan di Jeddah.
Namun, menurut Ketua Dewan Pembina PATUHI, Fuad Hasan Masyhur, keluhan yang disertai foto, video atas kesulitan dan kesengsaraan jemaah umrah ini berlangsung sejak diwajibkannya kelengkapan data biometrik oleh Kedutaan Saudi per 17 Desember 2018.
"Kini PATUHI akan berupaya meneruskan keluhan, kekecewaan, dan aspirasi jemaah umrah Indonesia yang jumlahnya sudah 1 juta per tahun. Kami akan meminta presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan yang berkewajiban melindungi kedaulatan Indonesia agar segera menyetop kegiatan penzaliman oleh swasta asing yang mengambil data diri WNI tanpa hak di wilayah hukum kedaulatan Indonesia," katanya.
Dia menuturkan, PATUHI menemukan banyak kejanggalan dalam pelaksanaan biometrik ini, selain secara teknis menyulitkan jemaah, VFS Tasheel juga mengabaikan UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, di mana perseroan terbatas yang terlibat dalam penyelenggaraan umrah wajib mendapat izin Menteri Agama, sementara VFS Tasheel tidak memiliki izin dari Menteri Agama. Sedangkan dalam pengambilan data biometrik yang sesungguhnya kewenangan Dukcapil dan Dirjen Imigrasi, VFS Tasheel juga tidak mendapat izin maupun rekomensasi dari Kemendagri.
Dengan demikian, menurut Fuad, VFS Tasheel berupaya mengawal aturan keimigrasian Saudi, tetapi melanggar aturan dan perundangan Indonesia.
"Untuk itu jika Kemenag, Kemendagri, dan Kemenlu tidak dapat menghentikan kegiatan usaha swasta asing yang melanggar hukum ini, maka PATUHI segera menyampaikan hal ini kepada presiden demi marwah bangsa dan kemudahan pelayanan jemaah umrah Indonesia," kata Fuad.
"PATUHI meminta presiden beserta jajaran kabinet terkait agar meminta Duta Besar Saudi Arabia di Indonesia untuk menghentikan pelaksanaan pengambilan data biometric bagi jemaah umrah sampai aspek hukumnya terpenuhi sesuai undang-undang dan peraturan Indonesia dan sampai aspek teknis pengambilan data biometrik tidak lagi menyulitkan jemaah umrah, baik secara ekonomis maupun geografis," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti