Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Apindo: Swasta Tak Mungkin Kuasai SDA

Apindo: Swasta Tak Mungkin Kuasai SDA Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kisruh tentang swasta yang menguasai Sumber Daya Air (SDA) dinilai sebagai persepsi yang keliru. Sebab dalam pengusahaan air oleh industri, harus ada izin yang ketat. Paling tidak ada 21 syarat bagi pelaku industri dalam pengusahaan air.

Rachmat Hidayat, anggota Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang juga Ketua Asosiasi Air Minum (Aspadin), menyatakan hal tersebut dalam diskusi panel tentang masa depan pengelolaan SDA yang digelar Perhimpunan Ahli Airtanah Indonesia (PAAI) di kampus ITB, Bandung, Kamis (10/1/2019).

"Salah satu syarat yang ketat adalah swasta wajib memperbarui izin yang expired setiap 2 sampai 3 tahun sekali," kata Rachmat dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (11/1/2019). 

Menurut dia, yang menjadi perhatian di RUU SDA yang tengah dibahas Komisi V DPR RI itu, antara lain pada pasal 47 yang menyebutkan, bila ingin mengusahakan air, maka swasta harus mau bekerja sama dengan BUMN/BUMD, dilarang menutup atau memagari kawasan pengusahaan air, menyamakan air perpipaan SPAM dengan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).

"Jika pengusahaan izin hanya diberikan pada BUMN/BUMD. Lalu, di mana peran swasta?" tanya Rachmat.

Ia menilai tidak ada penguasaan SDA oleh swasta atau pelaku industri karena ketika industri terlibat dalam pemanfaat air, ia harus mengikuti aturan main yang ketat. Mulai dari mengurus izin lokasi, UKL/UPL atau Amdal, hingga  izin usaha.

Tak hanya itu, industri juga harus memiliki Surat izin Pengusahaan Air (SIPA) yang dikeluarkan Badan Perizinan Provinsi atau Kementerian Pusat, serta proses konsultasi publik ke masyarakat sekitar terkait rencana pengajuan izin pemanfaatan air.

Rachmat mengatakan, aturan main yang harus diikuti oleh industri, antara lain setiap bulan wajib  melaporkan penggunaan air kepada dinas ESDM/PSDA dan dispenda. Dalam perizinan juga, industri harus melakukan konservasi di daerah hulu (recharge area), membuat sumur imbuhan (sumur resapan, membuat sumur pantau (guna memantau muka air tanah), dan melaporkan penggunaan air.

Dalam hal pengawasan, lanjut Rachmat, industri dipantau berkala oleh dinas teknis (dispenda, ESDM, BLH), dimonitor oleh DPRD dan instansi lainnya (insidentil), serta diwajibkan memasang meteran air pada setiap sumur pengambilan air dan meteran air secara berkala dikalibrasi.

"Dalam pengusahaan air tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah, tapi juga dibutuhkan peran industri. Kehadirin industri bukan untuk menguasai, tapi mengusahakan adanya AMDK untuk melayani kebutuhan air pada masyarakat," kata Rachmat.

Staf khusus Kementerian PUPR, Firdaus Ali menambahkan, peran swasta dibutuhkan karena negara terkendala hambatan fiskal. Jadi, yang diatur adalah bagaimana negara hadir mengelola SDA, agar tidak ada yang termarginalkan.

Negara, lanjut dia, harus menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari. Tapi, penguasaan negara atas SDA diselenggarakan oleh pemerintah sebagai bentuk perlindungan.

"Saat ini, kita membutuhkan payung hukum, regulasi yang adil, tertib, bermanfaat, dan berkelanjutan," kata Firdaus Ali.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: