Dampak penerapan sistem zonasi harus dapat dibuktikan dengan terukur. Hal ini penting untuk bisa mengetahui dan mengevaluasi sejauh mana efektivitas sistem ini.
Demikian yang dikatakan peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Pandu Baghaskoro. Ia menambahkan, penerapan sistem yang diberlakukan mulai tahun 2018 ini sesungguhnya bertujuan positif. Namun pelaksanaannya masih membutuhkan evaluasi berkala dan terus menerus karena banyak permasalahan di lapangan.
Salah satu masalah utama yang timbul dalam PPDB adalah ketidakseimbangan daya tampung sekolah (supply) yang terbatas dan jumlah pendaftar (demand). Hal ini dikhawatirkan dapat mengancam hak para siswa untuk menerima pendidikan. Pandu menyatakan, pemerintah harus memperhatikan nasib para pelajar yang tidak ‘kebagian’ sekolah ini.
“Banyak media melaporkan pelajar yang terlantar akibat sekolah-sekolah di zona tempat tinggal mereka sudah melebihi daya tampung. Fenomena ini terjadi terutama pada pendaftar di jenjang pendidikan SMA dan SMK di beberapa daerah di Indonesia. Ketidaksiapan sekolah negeri dalam menampung demand murid inilah yang berpotensi mengakibatkan anak putus sekolah,” jelasnya di Jakarta, Rabu (16/1/2019).
Akhirnya, lanjut Pandu, murid-murid yang tidak mendapatkan tempat di sekolah negeri memiliki kesempatan yang terbatas untuk dapat menempuh tahun ajaran baru berbarengan dengan rekan-rekannya di sekolah negeri maupun sekolah swasta. Pandu mencontohkan, pengumuman hasil PPDB dilakukan sepanjang minggu kedua bulan Juli 2018, sementara kalender tahun ajaran 2018/2019 dimulai serentak di minggu setelahnya.
"Ini berarti calon siswa yang tidak lolos PPDB hanya memilki waktu kurang dari satu minggu untuk mencari sekolah yang mau menerimanya," kata Pandu.
Akibat gagal masuk sekolah negeri, lanjutnya, siswa hanya memiliki pilihan untuk dapat mendaftarkan diri di sekolah swasta. Namun, kebanyakan sekolah swasta sudah menutup masa pendaftaran siswa baru, bahkan jauh sebelum prosedur PPDB dibuka (biasanya sekitar bulan Maret–April).
"Jadi, siswa-siswa tersebut ‘dipaksa’ menunggu hingga tahun ajaran selanjutnya untuk dapat melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi," ujar Pandu.
Lebih lanjut ia mengatakan, solusi yang ditawarkan Dinas Pendidikan masing-masing wilayah dapat berbeda satu dengan yang lainnya. Ada yang melakukan relokasi siswa ke sekolah negeri lain yang berada diluar zonasinya dan ada pula yang bekerja sama dengan sekolah swasta untuk menampung siswa-siswa tersebut.
"Tujuan diberlakukannya sistem zonasi tidak tercapai sepenuhnya, karena pada praktiknya pun masih ada siswa yang harus menempuh jarak yang jauh untuk bersekolah dan siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu menjadi terbebani dengan biaya yang diminta oleh sekolah swasta," ungkap Pandu.
Salah satu tujuan diberlakukannya sistem zonasi dalam PPDB 2018 ini diantaranya bertujuan untuk menghilangkan persaingan antar sekolah negeri dan swasta. Hal ini dilakukan karena kriteria penerimaan siswa maupun status sekolah ‘favorit’ bukanlah berdasarkan kompetensi, melainkan jarak.
“Ditambah lagi, dengan segala ketidaksiapan sekolah negeri dalam memenuhi demand, sekolah swasta pun terkena imbasnya. Sekolah negeri dan swasta (dalam tingkat tertentu) seperti tidak perlu bersaing satu sama lain, toh murid yang masuk juga pasti akan selalu ada. Ada kesan ‘hadiah tak bersyarat’ yang didapatkan oleh sekolah, sehingga persaingan dalam menyediakan layanan pendidikan tidak diperlukan,” tambahnya.
Ia menambahkan, dengan ketidaksiapan sekolah negeri dalam menanggung konsekuensi sistem zonasi, pemerintah perlu mengimplementasikan sistem ini secara bertahap. Penerapan kebijakan ini bias dimulai dari wilayah-wilayah yang minim ketimpangan supply dan demand–nya. Kemudian seiring dengan perbaikan, ketimpangan di wilayah lain semakin melebarkan pemberlakuan sistem zonasi ini. Dengan begitu, pemerataan sekolah negeri akan berjalan sesuai dengan tujuan tanpa memberi imbas kepada persaingan sekolah swasta.
Selain itu, pemerintah juga harus siap dengan program pelatihan atau sertifikasi guru yang merata di berbagai daerah. Dengan meningkatkan kualitas guru, diharapkan persebaran siswa berprestasi juga bisa tercapai. Verifikasi SKTM juga diperketat dilakukan untuk menghindari kecurangan dalam proses PPDB.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Kumairoh
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: