Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Lahan dan Pabrik Jadi Pemicu Tingginya Impor Gula

Lahan dan Pabrik Jadi Pemicu Tingginya Impor Gula Kredit Foto: Antara/Yusuf Nugroho
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketergantungan Indonesia akan impor gula diproyeksi bakal terus berlanjut. Tingginya kebutuhan gula  tidak dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri akibat luasan lahan yang tidak banyak bertambah dan tersendatnya revitalisasi pabrik gula yang telah berumur ratusan tahun.

Pabrik gula tua yang rata-rata merupakan pabrik gula BUMN membuat produksi gula tidak hanya menjadi terbatas. Karena tak efisien, harga gula dari pabrik-pabrik tua tersebut menjadi tiga hingga empat kali lipat lebih tinggi dibandingkan gula impor sehingga tidak laku di pasar.

“Revitalisasi pabrik juga kelihatan setengah hati. Cuma revitalisasi di bagian apa, terus di bagian apa. Harusnya revitalisasi menyeluruh,” ujar Ekonom dari Universitas Gadjah Mada, Revrisond Baswir di Jakarta, Rabu (16/1/2019).

Untuk diketahui, harga gula lokal sampai November 2018 lalu sebesar tiga kali lipat dibandingkan dengan harga gula dunia. Harga gula lokal mencapai Rp12.163 per kg, sementara rata-rata harga gula mentah dunia hanya Rp4.000.

Soal revitalisasi menyeluruh ini pun, Revrisond berpandangan, sulit terjadi. Pasalnya, investor akan cenderung ragu melihat produksi tebu nasional yang dipandang tidak akan mencukupi kebutuhan pabrik gula sendiri.

“Selama ini kan lahan tebu itu masih bercampur-campur. Jarang yang lahan tebu doang tanpa ditanami apa-apa lagi,” imbuhnya.

Namun, perluasan lahan pun menjadi sulit dilakukan, apabila melihat dari kecenderungan abainya terhadap masalah produksi tebu nasional ini.

“Perhatian Kementerian Pertanian masih minim ya soal gula ini,” tambahnya.

Dilihat dari Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Tebu 2015-2017, lahan perkebunan tebu dalam periode 2008-2017 tak banyak mengalami perubahan. Pada periode tersebut, luas rata-rata mencapai 454.782 hektare, dengan luasan tertinggi pada 2014 yakni 478.108 hektare dan luasan terendah pada 2009 seluas 441.440 hektare. Dari luasan tersebut, rata-rata produksi pada periode yang sama adalah 246 juta ton.

Anggota Komisi VI Inas N Zubir mengatakan banyak tugas  rumah yang perlu dikerjakan pemerintah terkait peningkatan produksi gula nasional. Dari  kunjungan yang dilakukannya di beberapa pabrik gula milik BUMN, rendahnya produksi gula nasional lantaran pabrik yang sudah berusia tua. Inas menyatakan, pabrik gula berplat merah sudah tak dapat direvitalisasi lagi.

“Pabrik gula itu harus dibongkar dan dibangun ulang dengan mesin yang modern. Karena sudah terlampau tua,” kata Inas.

Selain membenahi pabrik, pemerintah harus bisa menjaga kestabilan produksi tebu para petani.

“Banyak lahan tebu berubah menjadi area bisnis bahkan perumahan. Ini adalah dampak dari otonomi daerah. Pemerintah Daerah senaknya saja merubah lahan pertanian tebu menjadi fungsi lain,” tambahnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Kumairoh

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: