Perkembangan teknologi yang sangat pesat tidak lagi dapat dibendung. Kini, sarana tersebut digunakan hampir di semua kegiatan, termasuk di sektor industri keuangan.
Pemerintah menyadari betapa besar manfaat yang bisa diperoleh dari penggunaan teknologi. Tetapi, di sisi lain, risiko juga tidak bisa diabaikan begitu saja.
Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, dahulu jasa keuangan adalah sektor yang sangat ketat, yang bisa terlibat di dalamnya hanya pihak-pihak yang sudah mengantongi izin dari pemerintah.
"Tapi, sekarang tidak. Perusahaan yang bergerak di nonjasa keuangan tiba-tiba bisa menawarkan produk keuangan, seperti kredit, deposito, alat bayar dan lain-lain," ujar Wimboh di sela acara Antisipasi Disrupsi Teknologi Keuangan Era 4.0 di Hotel JW Marriot, Jakarta, Rabu (23/1/2019).
Meski demikian, pemerintah tidak bisa menangani hal itu dengan pendekatan yang keras. "Kami tidak bisa larang karena semua serba digital sekarang. Kalau kami tutup, nanti mereka buka lagi, kami tutup lagi, mereka buka lagi. Kalau seperti itu kaya kejar-kejaran saja," tuturnya.
Maka dari itu, pemerintah lebih memilih untuk mengarahkan para pemain di sektor jasa keuangan. Industri tersebut sangat boleh berkembang, hanya saja jangan terlalu cepat.
"Karena kami harus mengedukasi masyarakat juga. Mereka harus paham apa saja manfaatnya, seberapa besar risikonya. Intinya kami ingin dampak negatif bisa ditekan," jelas Wimboh.
Ia menyebutkan, akan ada kerugian besar jika sebuah negara menutup diri dari perkembangan teknologi. Sarana tersebut harus digunakan sebagai sumber untuk mengoptimalkan utilitas.
"Dulu, negara bisa maju kalau memiliki modal dan tenaga kerja sebagai sumbernya. Sekarang itu saja tidak cukup, harus ada teknologi yang mengiringi," tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Yosi Winosa
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: