Kawasan industri menjadi salah satu objek vital nasional yang perlu dapat pengamanan untuk menjaga keberlangsungan aktivitasnya. Oleh karena itu, Kementrian Perindustrian dan Polri berkoordinasi dalam menciptakan sistem yang standar serta melakukan pembinaan dan pelatihan.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengungkapkan hingga tahun 2018, sudah ada 75 perusahaan dan 21 kawasan yang ditetapkan sebagai objek vital nasional sektor industri (OVNI).
“Upaya strategis itu sejalan dengan komitmen pemerintah saat ini dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif guna mendorong industri agar terus menambah investasi dan ekspansi. Kalau ini tercipta dengan baik, mendorong kesejahteraan masyarakat. Jadi, yang penting adalah orang bisa bekerja dan punya daya beli,” Kata Airlangga di Jakarta, Rabu (30/1/2019).
Airlangga mengatakan pembangunan kawasan industri di luar Jawa difokuskan pada penumbuhan sektor manufaktur yang mampu meningkatkan nilai tambah bahan baku atau sumber daya alam setempat. Selain itu, adanya investasi di wilayah tersebut, penyerapan tenaga kerja dan penerimaan devisa dari ekspor cukup signifikan.
“Misalnya kawasan industri di Dumai, untuk pengolahan kelapa sawit. Ekspor CPO dari sana sangat besar, mendekati 20 juta ton per tahun. Kemudian, di Sei Mangkei dan Kuala Tanjung based-nya adalah industri aluminium. Di Aceh dan Bontang yang berbasis gas, menghasilkan produk turunan seperti pupuk. Sedangkan, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah berbasis smelter nikel,” paparnya.
Ia menjelaskan lima tahun lalu, Indonesia hanya ekspor nickel ore (bijih nikel) sebanyak 4 juta ton dengan harga US$60 per ton. Kini, dengan adanya industri smelter nikel di Morowali, telah menghasilkan stainless steel yang harganya di atas US$2000.
“Jadi, awalnya nilai ekspor sekitar US$240 juta menjadi US$5 miliar. Ini yang namanya nilai tambah,” ungkapnya.
Melalui kawasan industri Morowali, investasi pun terus menunjukkan peningkatan, dari tahun 2017 sebesar US$3,4 miliar menjadi US$5 miliar di tahun 2018. Sementara itu, dari kawasan Jawa Barat, mampu mencatatkan nilai ekspor nonmigas sebesar US$27,79 miliar pada Januari-November 2018 atau naik 4,08% dibanding periode yang sama tahun lalu. Kontribusi terbesarnya, yakni sektor industri otomotif dan permesinan dengan nilai US$10,83 miliar. Jumlah tenaga kerja sektor industri di Jabar mencapai 4,35 juta orang.
Adapun di Jawa Tengah, kinerja ekspor dari industri manufakturnya menembus angka US$6,4 miliar sepanjang tahun 2018. Angka itu meningkat daripada tahun sebelumnya sekitar US$5,7 miliar dollar AS. Sumbangsih terbesar, yaitu industri tekstil dan produk tekstil yang mencapai US$2,83 miliar. Total tenaga kerja sektor industri di Jateng sebanyak 3,78 juta orang.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: