Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ngeri! Sekelas Bupati Diduga Rugikan Negara Rp5,8 Triliun

Ngeri! Sekelas Bupati Diduga Rugikan Negara Rp5,8 Triliun Kredit Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Warta Ekonomi, Jakarta -

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah 2010-2015 dan 2016-2021 Supian Hadi (SH) sebagai tersangka korupsi dalam penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi dari Pemkab Kotawaringin Timur.

"Hari ini, kami sampaikan perkembangan salah satu penanganan perkara dengan indikasi kerugian keuangan negara yang cukup besar. Setara bila dibandingkan dengan kasus lain yang pernah ditangani KPK, seperti KTP-elekronik (Rp2,3 triliun) dan BLBI (Rp4,58 triliun)," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (1/2/2019).

KPK menemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pemberian izin usaha pertambangan terhadap tiga perusahaan di lingkungan Kabupaten Kotawaringin Timur Tahun 2010-2012.

Baca Juga: KPK Berhasil Lengkapi Koleksi 107 Kepala Daerah yang jadi Tersangka

Supian berperan memberikan izin usaha pertambangan kepada PT FMA (Fajar Mentaya Abadi), PT BI (Billy Indonesia), dan PT AIM (Aries Iron Mining) di Kabupaten Kotawaringin Timur periode 2010-2015.

Supian Hadi disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Lebih lanjut, Syarif mengatakan setelah dilantik selaku Bupati Kotawaringin Timur periode 2010-2015, Supian mengangkat teman-teman dekatnya yang merupakan tim suksesnya sebagai Direktur dan Dirut pada PT FMA dan mendapat masing masing jatah 5 persen saham PT FMA.

Pada Maret 2011, Supian menerbitkan Surat Keputusan Izin Usaha Pertambangan (SK IUP) Operasi Produksi seluas 1.671 hektare kepada PT FMA yang berada di kawasan hutan.

"Padahal SH mengetahui bahwa PT FMA belum memiliki sejumlah dokumen perizinan, seperti izin lingkungan/AMDAL dan persyaratan lainnya yang belum lengkap," tuturnya.

Sejak November 2011, PT FMA telah melakukan kegiatan operasi produksi pertambangan bauksit dan melakukan ekspor ke China. Pada akhir bulan November 2011, Gubernur Kalimantan Tengah mengirimkan surat pada Supian agar menghentikan seluruh kegiatan usaha pertambangan oleh PT FMA. Namun, PT FMA tetap melakukan kegiatan pertambangan hingga 2014.

"Akibat perbuatan SH memberikan izin usaha pertambangan atas nama PT FMA tidak sesuai dengan ketentuan, menurut ahli pertambangan diduga menimbulkan kerugian keuangan negara yang dihitung dari nilai hasil produksi yang diperoleh secara melawan hukum, kerusakan lingkungan hidup, dan kerugian kehutanan," tutur Syarif.

Selanjutnya pada Desember 2010, lanjut Syarif, memenuhi permohonan PT Bl maka Supian menerbitkan SK IUP eksplorasi untuk PT Bl tanpa melalui proses lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan sebelumnya PT Bl tidak memiliki Kuasa Pertambangan (KP).

"Pada Februari 2013, SH menerbitkan SK lUP tentang Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Bl meskipun tanpa dilengkapi dokumen AMDAL," ungkap Syarif.

Pada April 2013, Supian selaku Bupati Kotawaringin Timur menerbitkan keputusan tentang Izin Lingkungan Kegiatan Usaha Pertambangan Bijih Bauksit oleh PT BI dan keputusan tentang Kelayakan Lingkungan Rencana Kegiatan Pertambangan Bijih Bauksit oleh PT Bl. "Bahwa berdasarkan perizinan tersebut sejak Oktober 2013, PT Bl melakukan ekspor bauksit. Akibat perbuatan SH tersebut maka PT Bl telah melakukan kegiatan produksi yang menurut ahli Pertambangan diduga menimbulkan kerugian yang dihitung dari hasil produksi senilai setelah dikurangi royalti yang telah dibayarkan dan kerugian lingkungan," tuturnya.

Kemudian pada April 2011, Supiah menerbitkan IUP Eksplorasi pada PT AIM tanpa melalui proses lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) padahal PT AIM sebelumnya tidak memiliki Kuasa Penambangan (KP).

"Akibat perbuatan SH tersebut, PT AIM melakukan kegiatan eksplorasi yang merusak lingkungan dan akibatnya diduga menimbulkan kerugian lingkungan," ujar Syarif.

Diduga, kata dia, terjadi kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya Rp5,8 triliun dan 711 ribu dolar AS yang dihitung dari hasil produksi pertambangan bauksit, kerusakan lingkungan, dan kerugian kehutanan akibat produksi dan kegiatan pertambangan yang dilakukan PT FMA, PT BI dan PT AIM.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: