Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

RUU Permusikan: Menggerus Kreativitas dan Monopoli Label Besar

RUU Permusikan: Menggerus Kreativitas dan Monopoli Label Besar Kredit Foto: Antara/Andreas Fitri Atmoko
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sebanyak 53 musisi indie menyatakan menolak Rancangan Undang-Undang Permusikan karena dianggap menghambat dan membatasi proses kreasi mereka.

Para musisi indie itu, di antaranya Mondo Gascaro, Danilla Riyadi, Agustinus Panji Mardika, Jason Ranti dan Cholil Mahmud vokalis Efek Rumah Kaca, melalui keterangan tertulisnya menyebut RUU tersebut juga tumpang tindih dengan undang-undang lain seperti UU Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU Hak Cipta.

"Kalau ingin musisi sejahtera, sebetulnya sudah ada UU Perlindungan Hak Cipta dan lain sebagainya dari badan yang lebih mampu melindungi itu. Jadi, untuk apa lagi RUU Permusikan ini," kata Danilla dikutip dari keterangan tertulis tersebut yang diterima di Jakarta, Minggu (3/2/2019).

Menurut mereka ada sekitar 19 pasal yang bermasalah, mulai dari redaksional atau bunyi pasal, ketidakjelasan mengenai siapa dan apa yang diatur hingga persoalan mendasar atas jaminan kebebasan berekspresi dalam bermusik.

Mereka juga menilai RUU itu dapat memarjinalisasi musisi independen karena pasal 10 yang mengatur distribusi karya musik tidak memberikan ruang kepada musisi untuk mendistribusikan karya secara mandiri.

Para musisi juga menyatakan keberatan terhadap sertifikasi dan uji kompetensi bagi musisi yang melalui RUU ini terkesan wajib. Menurut Mondo Gascaro, sertifikasi musik umumnya bersifat opsional. Lembaga sertifikasi musik yang ada pun biasanya tidak memaksa pelaku musik untuk memiliki sertifikat.

Selain itu, pasal-pasal terkait uji kompetensi ini berpotensi mendiskriminasi musisi autodidak untuk tidak dapat melakukan pertunjukan musik jika tidak mengikuti uji kompetensi.

"Tujuan RUU ini jelas banget berpihaknya kemana, yang mau dipadamkan jelas kebebasan berekspresi, berkarya, dan berbudaya serta manfaat ekonomi yang bisa dihasilkan dari situ oleh individu-individu," kata Mondo menegaskan.

Agustinus Panji Mardika, peniup terompet yang tergabung dalam grup Pandai Besi dan Efek Rumah Kaca, menegaskan bahwa undang-undang tersebut merugikan karena membatasi proses kreasi dan pasal-pasal di dalamnya menimbulkan multitafsir akibat parameter yang digunakan tidak jelas.

"Pasal tentang sertifikasi musisi yang harusnya bersifat opsional, tapi, di RUU ini seakan-akan menjadi syarat wajib untuk kompetensi sebagai musisi," seperti dilansir dari Antara.

Dia juga menyoroti pasal yang berkaitan dengan penyelenggaraan musik. Disebutkan bahwa penyelenggaraan musik hanya bisa melalui lembaga yang memiliki izin.

Ia pun mengkhawatirkan akan terjadi monopoli karena terkesan harus menggandeng pembuat acara ("event organizer") musik untuk menyelenggarakan sebuah pertunjukan.

Hal senada juga disampaikan Jason Ranti. Ia menilai ketentuan untuk mendistribusikan karya, berdasarkan RUU tersebut yang hanya dapat dilakukan oleh industri besar, tidak memperhatikan fakta yang terjadi di lapangan bahwa banyak musisi yang tidak tergabung dalam label atau distributor besar.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: