Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2018 sebesar 5,17%. Angka ini merupakan yang tertinggi sejak 2014.
"Tertinggi sejak 2014," kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (6/2/2019).
Suhariyanto menjelaskan, pertumbuhan ekonomi ini lebih baik dari periode 2014 sebesar 5,01%, periode 2015 sebesar 4,88%, periode 2016 sebesar 5,03%, dan periode 2017 sebesar 5,07%.
"Di tengah perekonomian global tidak menentu, harga komoditas yang fluktuatif, bahkan cenderung menurun, angka 5,17% merupakan capaian yang cukup menggembirakan," ucapnya.
Lebih lanjut dia memaparkan beberapa hal yang menentukan pertumbuhan ekonomi 2018, di antaranya perekonomian global yang menunjukkan perlambatan.
"Situasi ini akan terbawa kepada situasi perekonomian 2019," tambahnya.
Baca Juga: Di Tengah Ketidakpastian Global, Ekonomi RI 2018 Tumbuh Ciamik
Baca Juga: Ekonomi 2018 Tumbuh 5,17%, Rupiah Makin Yakin Jadi Juara
Berikutnya, harga komoditas nonmigas di pasar internasional secara umum mengalami penurunan baik secara quarter to quarter (qtq) maupun secara year on year (yoy). Sementara harga komoditas migas mengalami penurunan jika dibandingkan triwulan sebelumnya, naik dibandingkan triwulan IV 2017.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi beberapa negara mitra dagang Indonesia masih tumbuh cukup positif, meski cenderung melambat. Di antaranya Amerika Serikat diperkirakan stagnan pada posisi 3%, Tiongkok melambat pada posisi 6,4%, dan Singapura melambat menjadi 2,2% (Q4 2018), lebih rendah dibandingkan 2,3% (Q3 2018) dan 3,6% (Q4 2017).
Untuk kondisi dalam negeri, pertumbuhan 2018 didorong oleh inflasi sebesar 1,17% qtq. Namun, jika dibandingkan dengan posisi Desember 2017, terjadi inflasi sebesar 3,13% yoy.
Realisasi belanja pemerintah APBN pada triwulan IV 2018 mencapai Rp690,36 triliun atau sekitar 31,09% dari pagu 2018. Sementara nilai ekspor barang pada triwulan IV 2018 mencapai US$44,98 miliar atau turun sebesar 4,48% qtq dan 1,04% yoy.
"Sebaliknya nilai impor lebih besar daripada ekspor. Sehingga, selama Oktober-November kita mengalami defisit neraca perdagangan. Ini PR besar karena akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: