Meski memiliki basis jumlah penduduk terbesar, faktanya industri pasar modal nasional sejauh ini masih belum mampu memimpin dalam persaingan di lingkup Asia Tenggara.
Masih cukup terbatasnya jumlah masyarakat yang tertarik berinvestasi saham dan berbagai portofolio lain menjadi kendala besar yang membuat industri pasar modal Tanah Air relatif tertinggal dari pasar modal negara tetangga, seperti Singapura dan juga Malaysia.
Di tengah ketertinggalan tersebut, kini capaian pasar modal domestik juga sukses disalip Thailand dalam hal pemanfaatan teknologi blockchain dalam sistem transaksi perdagangan saham di negaranya.
Thailand kini telah menyusul Amerika Serikat (AS) yang sebelumnya juga telah memanfaatkan teknologi blockchain dengan mendirikan Crypto Securities Exchange (CSX), sebuah lembaga bursa efek baru yang seluruh sistemnya berbasis teknologi blockchain.
Sebagaimana dilansir oleh BangkokPost, Jumat (22/2/2019), Pemerintah Thailand dilaporkan telah memberikan ijin atas pemanfaatan teknologi blockchain dalam aktifitas transaksi perdagangan di industri pasar modal negara tersebut.
Sejak tahun ini otoritas terkait bakal segera mengijinkan aktifitas perdagangan saham dengan menggunakan token digital yang biasa disebut sebagai Security Token Offering (STO).
STO sendiri merupakan produk token berbasis teknologi crypto yang dibangun di atas sistem blockchain. Pihak otoritas setempat menilai bahwa penggunaan STO berpotensi dapat mendorong proses perdagangan menjadi lebih efisien.
Dalam laporannya tersebut BangkokPost menyatakan bahwa ijin diberikan usai Majelis Legislatif Nasional Thailand sepakat untuk mengubah undang-undang yang mengatur soal bursa efek dan sekuritas di Negeri Gajah Putih itu.
Selanjutnya, Komisi Bursa dan Sekuritas Thailand (SEC) bakal segera mengeluarkan detil aturan mainnya dalam beberapa bulan ke depan. Nantinya aturan tersebut lah yang bakal mengubah pola perdagangan elektronik bursa efek Thailand, dengan membuka kemungkinan penggunaan token STO tadi.
“Namun begitu proses (transaksi) yang ada nanti masih akan bergantung pada jenis saham atau obligasi yang terasosiasi dengan token yang telah diterbitkan,” ujar Direktur Komunikasi SEC Thailand, Pariya Techamuanvivit, dalam laporan tersebut.
Sebelumnya, kalangan pelaku industri pasar modal nasional menyadari bahwa pemanfaatan teknologi blockchain merupakan salah satu bentuk perkembangan lebih jauh industri pasar modal di era teknologi 4.0.
Namun demikian, diyakini bahwa dalam beberapa waktu ke depan hal itu belum akan terjadi di Indonesia lantaran baik secara pelaku industri, otoritas hingga masyarakat sebagai nasabah investasi di Indonesia masih belum siap dan sangat awam terhadap teknologi blockchain.
"Saya tidak sedang mengatakan bahwa hal itu (pasar modal berbasis blockchain) tidak akan terjadi di sini. Sooner or later setiap standar atau best practice yang diadopted di negara-negara maju juga akan diadaptasi di sini. Tapi semua tentu butuh waktu dan penyesuaian, baik itu di pelaku industri, regulator dan juga masyarakatnya sendiri. Tidak bisa instan. Dan menurut Saya kita (pasar modal Indonesia) masih belum menuju ke arah sana,” ujar Direktur Utama PT Mandiri Sekuritas, Silvano Rumantir, kepada Warta Ekonomi, beberapa waktu lalu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Taufan Sukma
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait: