Peredaran film impor di Indonesia terbilang masih sangat tinggi. Sepanjang 2018, tercatat dari total 385 film yang tayang di bioskop, ada 244 film impor dan 141 film Indonesia. Kalangan kritikus pun meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk mulai membatasi penerimaan film impor.
"Kita hanya bisa berharap kepada Bapak Presiden Joko Widodo. Karena kalau ke yang lainnya, kayaknya percuma kita bersuara," kata kritikus film Makassar, Nicky Rewa Vatvani, dalam keterangan persnya, Senin (4/3).
Nicky mengatakan film Indonesia seharusnya menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Untuk mencapai itu, ia juga meminta agar Peraturan Presiden tentang Tata Edar Film disahkan menjadi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), di mana sudah 9 tahun lamanya PP tersebut tersendat, yang berisi tentang sanksi kepada bioskop yang tidak mematuhi aturan.
Nicky menganggap generasi bangsa selama ini telah disodorkan film impor tak bermoral dan tidak berpendidikan yang dengan cepatnya bisa merusak budaya serta bahasa bangsa ini.
Tak hanya itu, bagi tokoh perfilman yang telah mempelopori lahirnya sejumlah film keren di Makassar, seperti film Uang Panai serta film Maipa Deapati & Datu Museng, film nasional kesannya juga tak mendidik dan cenderung kontennya menawarkan sesuatu yang vulgar, semacam kasus pembubuhan, asusila dan semacamnya.
Baca Juga: Tiket Film-film Disney Hingga Star Wars Bisa Dibeli di Tix.id, Bayarnya Pakai DANA
Sehingga, Nicky juga mempertanyakan kredibilitas Lembaga Sensor Film (LSF) yang dengan mudahnya meloloskan tayangan mengerikan khususnya di film nasional.
"Ada beberapa film nasional yang memperlihatkan tata cara pembunuhan sadis dengan menggunakan alat potong rumput. Sangat sadis. Sementara kita yang bikin film Sumiati, pada adegan gantung diri diminta agar disensor," tuturnya.
Nicky menyatakan bersedia menyampaikan tentang karut-marut perfilman apabila dipanggil menghadap kepada Presiden Jokowi, termasuk keresahan kalangan produksi film lokal yang susahnya meminta tayangan kepada pengelola bioskop.
Baca Juga: Fans Dilan Siap-siap Berkunjung ya, Kang Emil Sudah Resmikan Pembangunan Sudut Dilan
Adapun film Dilan 1991, Nicky hanya mempersoalkan pada kategori batasan umur yang tercantum, yakni 13 tahun ke atas.
"Konten film itu semestinya 17 tahun ke atas, karena menceritakan tentang kenakalan dan percintaan anak SMA. Untuk penolakan di Makassar, itu wajar karena dikhawatirkan serupa dengan adegan di Dilan 1, dan tentu penerimaan di Makasaar berbeda dengan daerah lain," pungkas Nicky.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Yari Kurniawan
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: