Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Buka-bukaan Manajemen JICT Hadapi Persaingan Global, Simak Ini!

Buka-bukaan Manajemen JICT Hadapi Persaingan Global, Simak Ini! Aktivitas bongkar muat di terminal Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (3/6/2013), sepi. Hal ini diduga terkait dengan mogok operasional dari perusahaan-perusahaan pelayanan peti kemas dan jasa kepelabuhanan lainnya. Kondisi jalanan di sepanjang Jalan Yos Sudarso, Cilincing, dan Jalan Pelabuhan Raya tampak sepi, hampir tidak terlihat kontainer yang masuk maupun keluar pelabuhan. (Sufri Yuliardi) | Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Jakarta International Container Terminal (JICT) yang menjadi salah satu pengelola terminal peti kemas di Tanjung Priok ingin turut serta dalam mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai pelabuhan hub di Asia Tenggara. 

 

Pada 2018 lalu Presiden Joko Widodo melepas pengiriman ekspor di JICT yang dibawa langsung ke Los Angeles, Amerika berkapasitas 10.000 TEUs. Hal tersebut membuktikan bahwa Indonesia telah mampu melayani kapal-kapal besar dengan bertujuan langsung (direct vessel), bukan hanya ke Amerika tetapi juga ke Afrika, Australia, Eropa dan tentunya ke negara-negar Asia tanpa melalui Singapura.

 

Potensi efektivitas kemudahan ke pasar negara tujuan mendongkrak efisiensi biaya dan waktu logistik perdagangan internasional tanpa harus tergantung pada kegiatan singgah (transhipment) di Singapura dan Malaysia

 

Baca Juga: Tanjung Priok Terapkan Sistem Baru Pembayaran Jasa Pelabuhan

 

Menghadapi persaingan global yang semakin ketat, Wakil Direktur Utama JICT, Riza Erivan, bertekad menyatukan seluruh kekuatan di JICT. Persatuan dibutuhkan untuk mempercepat upaya membawa Tanjung Priok sebagai pelabuhan hub di Asia Tenggara, membangun kredibilitas yang baik bagi korporasi dan menjaga iklim investasi di Indonesia.

 

“Pelabuhan Tanjung Priok  merupakan pelabuhan penting bagi perekonomian nasional perlu menjalin kerjasama dengan berbagai pihak untuk saling mendukung dan melengkapi. Kerjasama yang mencakup transfer teknologi,  human capital development, international networking, dan stakeholder endorsing dibutuhkan sehingga dapat mendongkrak posisi Indonesia di pasar global,” katanya, dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (19/3/2019). 

 

Dalam kesempatan ini Riza juga menjelaskan soal temuan BPK terkait indikasi korupsi di JITC yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp4,08 triliun, manajemen JICT menyerahkan sepenuhnya kepada pihak berwenang. 

 

“Kami menghormati sepenuhnya proses penegakan hukum. Yang jelas, selama proses tersebut berlangsung, manajemen JITC harus bertanggunjawab kepada para pemegang saham untuk memastikan operasional dan bisnis perusahaan berjalan seperti biasa, dengan tetap mengindahkan hak serta kewajiban pekerja,” ucapnya. 

 

Baca Juga: Serikat Karyawan Ungkap Penolakan Perpanjangan Kontrak JICT-Pelindo II

 

Seperti diketahui, pada 2014 Pelindo II dan Hutchison Port Holdings (HPH) bersepakat memperpanjang kontrak kerjasama. Namun Riza menjelaskan dengan adanya tuntutan ini tentu keputusan akhir pada pemerintah.

 

Menurut Riza, perpanjangan kontrak ini tentunya membawa keuntungan bagi Indonesia. Misalnya, dalam kontrak disebutkan JICT diwajibkan membayar sewa sebesar 85 juta dolar AS setiap tahun ke Pelindo II. Tentunya perolehan itu dapat digunakan pemerintah untuk membangun pelabuhan-pelabuhan baru di berbagai tempat di Indonesia, sehingga geliat perekonomian dapat terdistribusi sampai ke pelosok-pelosok daerah, serta membuka lapangan pekerjaan baru.

 

Membahas  keresahan karyawan JICT terkait kejelasan nasib pekerja yang di-PHK juga dijelaskan Riza bahwa itu tidak beralasan sama sekali. “JICT tidak pernah melakukan PHK sepihak terhadap karyawannya kecuali mereka telah melakukan pelanggaran serius,” jelasnya.

 

PHK pekerja yang dimaksud oleh Serikat Pekerja (SP) adalah pekerja outsource yang dipekerjakan oleh PT Empco sebagai perusahaan penyedia outsourcing bagi JICT. Pada 31 Desember 2017 kerja sama JICT dan Empco berakhir – otomatis berdampak pada 400 karyawan outsource di bawah Empco yang tidak bekerja lagi di JICT.

 

“Masih banyak pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan untuk mewujudkan Indonesia menjadi pelabuhan terminal peti kemas hub di Asia Tenggara, saya yakin dengan adanya kerjasama semua pihak baik pemerintah, manajemen, karyawan, vendor, terutama masyarakat Indonesia JICT mampu memberikan kontribusi signifikan bagi cita-cita tersebut,” tutup Riza.

 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: