Sesuai implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0, pemerintah telah menyiapkan program pengembangan LCEV. Program ini terdiri dari tiga subprogram, yaitu kendaran hemat energi harga terjangkau (LCGC), electrified vehicle (kendaraan listrik), dan flexy engine.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan, dalam rangka memperkenalkan program kendaraan ramah lingkungan ini, yang perlu diperhatikan antara lain terkait penerimaan masyarakat terhadap kendaraan listrik, kenyamanan berkendara, infrastruktur pengisian energi listrik, rantai pasok dalam negeri, adopsi teknologi, dan regulasi.
"Selain itu, dukungan kebijakan baik fiskal maupun nonfiskal agar electrified vehicle dapat dimanfaatkan masyarakat tanpa harus dibebani biaya tambahan yang tinggi. Guna mencapai sasaran tersebut, pemerintah telah menyusun strategi untuk mendukung pengembangan LCEV," kata dia.
Baca Juga: Making Indonesia 4.0 Siapkan SDM Berkualitas Hadapi Industri 4.0, Ini Strategi Kemenperin
Upaya itu, di antaranya dukungan insentif fiskal berupa tax holiday atau mini tax holiday untuk industri komponen utama seperti industri baterai dan indusrti motor listrik (magnet dan kumparan motor) melalui PMK Nomor 35 Tahun 2018 yang direvisi menjadi PMK Nomor 150 Tahun 2018 dan dukungan tax allowance bagi investasi baru maupun perluasan.
Selanjutnya, Kemenperin mengusulkan super deductible tax sampai dengan 300% untuk industri yang melakukan aktivitas research, development, and design (RD&D). Pemerintah juga sedang melakukan harmonisasi PPnBM melalui revisi PP Nomor 41 Tahun 2013 tentang PPnBM Kendaraan Bermotor.
"Regulasinya sedang disusun, insentif fiskalnya sudah disetujui DPR. Jadi, ada penurunan pajak maupun PPnBM. Prinsipnya, emisi rendah, PPPnBM-nya rendah. Sedangkan kalau emisinya tinggi, PPnBM juga tinggi. Regulasi ini juga dipersiapkan agar industri otomotif nasional bisa memproduksi kendaraan listrik," tandasnya.
Langkah lainnya, mengakselerasi penerapan standar teknis terkait LCEV, usulan pengaturan khusus terkait bea masuk, dan perpajakan lainnya termasuk pajak daerah untuk mempercepat industri kendaraan listrik di Indonesia, serta ekstensifikasi pasar ekspor baru melalui negosiasi kerja sama preferential tariff agreement (PTA) dengan negara yang memiliki permintaan tinggi untuk kendaraan bermotor.
Baca Juga: Airlangga Sebut Making Indonesia 4.0 Kunci Daya Saing Industri
Apalagi, adanya perjanjian kerja sama ekonomi komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA) diyakini mampu membuka lebih lebar peluang memacu ekspor mobil ke Negeri Kanguru.
"Pasar yang terbuka itu ditargetkan menjadi primadona ekspor mobil dari Indonesia ke Australia karena market-nya cukup besar hingga 1,2-1,5 juta kendaraan. Sebab, industri di Australia sudah tutup semua. Ini diharapkan, industri otomotif nasional bisa menjajaki karena salah satu insentif yang diberikan adalah electric vehicle," paparnya.
Sebagai salah satu sektor kampiun dalam Making Industri 4.0, industri otomotif diharapkan mampu membawa perubahan ke arah peningkatan efisiensi di tiap tahapan rantai nilai proses industri sehingga bisa meningkatkan kualitas dan nilai tambah produk.
"Dengan mendukung revolusi industri 4.0, kami optimitis akan mampu meningkatkan efisiensi produksi dan daya saing. Terlebih lagi dengan didukung industri tier 1 dan 2 yang cukup banyak sehingga dapat mendorong pengembangan IKM otomotif," ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Yosi Winosa
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: