Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ternyata Smart City Riskan Diretas, Begini Kata Pakar Siber

Ternyata Smart City Riskan Diretas, Begini Kata Pakar Siber Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Warta Ekonomi, Semarang -

Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) menyatakan smart city sangat riskan menjadi korban peretasan dan juga manipulasi data jika tanpa keamanan yang memadai.

"Perlu keberpihakan pemerintah, khususnya dalam meningkatkan sektor keamanan. Pasalnya, jantung smart city selain masalah sistem yang mudah dan bermanfaat adalah masalah keamanan itu sendiri," kata Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi (CISSReC) Pratama Persadha di Semarang, Minggu (31/3/2019).

Pakar keamanan siber ini mengemukakan hal itu terkait dengan konten debat calon presiden di Hotel Shangri-La, Jakarta, Sabtu (30/3/2019) malam. Dalam debat keempat bertema ideologi, pertahanan dan keamanan, pemerintahan, dan hubungan internasional, Joko Widodo dan Prabowo Subianto sempat menyinggung smart city.

Menurut Pratama yang juga dosen etnografi dunia maya pada Program Studi S-2 Antropologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, membangun smart city di Indonesia memang bukan perkara mudah. Bahkan, di luar negeri tidak semuanya berhasil. meski yang berhasil juga cukup banyak.

Baca Juga: Go-Jek Bersama Pemkot Bandung Perkuat Sinergitas Program Bandung Smart City

Ia mencontohkan Singapura yang berhasil mengimplementasikan konsep smart city, khususnya dalam sektor transportasi publik. Berbagai sensor diterapkan untuk membantu mengumpulkan data dan membangun sistem transportasi yang efisien.

"Berbagai aplikasi dan kemudahan disediakan Pemerintah Singapura. Salah satunya adalah koneksi internet yang murah dan salah satu paling cepat di dunia," kata pria kelahiran Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini.

Dengan keberadaan aplikasi ini, kata Pratama, harapannya aktivitas penduduk Singapura terpantau dan datanya dikumpulkan, kemudian ada temuan baru untuk membangun sistem yang lebih efektif dan efisien.

"Jadi, smart city konsepnya tidak selalu terkait dengan penggunaan internet of things (IoT), tetapi lebih pada bagaimana sebuah wilayah bisa memanfaatkan teknologi dan data yang ada dari penduduknya," kata Pratama.

Oleh karena itu, dibutuhkan political will dan keberpihakan pada regulator. Peraturan perundang-undangan tentang kepemilikan mobil sangat ketat sehingga masyarakat di Singapura "dipaksa" untuk menggunakan transportasi publik yang ada.

Minimal yang bisa diterapkan di Indonesia, lanjut dia, adalah kemudahan masyarakat dalam mengakses layanan dari pemerintah pusat maupun daerah. Hal ini sesuai dengan yang diucapkan Joko Widodo terkait terkait dengan Dilan (digital melayani).

Dengan mulai meratanya jaringan internet di Tanah Air, menurut dia, bisa menjadi salah satu modal membangun smart city.

Baca Juga: Dimulai 2015, Pembangunan Smart City Perlu Waktu Hingga 2045

Di beberapa pemkab, misalnya, mulai berani memakai digital signature untuk membantu surat-menyurat. Selain ramah lingkungan, juga lebih aman karena surat yang ada tidak bisa dipalsukan.

Kendati demikian, dia menekankan, "Pemanfaatan teknologi dengan aplikasi, sekali lagi jelas harus ada perhatian dari sisi pengamanan sibernya."

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: