Menjual saham perusahaan ke publik (initial public offering/IPO) menjadi salah satu pilihan peningkatan pendanaan dan strategi beberapa perusahaan rintisan kakap di dunia. Beberapa startup seperti Alibaba, Pinterest, dan Lyft bahkan sudah melakukan IPO di lantai bursa New York.
Bagaimana dengan perusahaan rintisan di Indonesia? Bukalapak, salah satu unicorn di Indonesia mengaku terbuka dengan opsi tersebut. Presiden Bukalapak, Fajrin Rasyid yang juga berperan mengembangkan bisnis dan memperluas jaringan mitra strategis perusahaan, mengaku perusahaannya terbuka dengan semua kemungkinan, termasuk IPO.
"Kami enggak terlalu deny juga. Bukalapak kayaknya IPO masih panjang, belum tentu juga, who knows gitu kan. Saat ini memang kami belum berencana ke sana. Tapi, kalau ditanya jangka menengah bisa saja, who knows. Kalau di negara lain mungkin aturannya berbeda, tapi untuk IPO di Indonesia kan sekarang dipermudah, sudah lebih banyak peraturan yang lebih (mudah). Perusahaan seperti Bukalapak kan sudah diaudit dan sebagainya, jadi begitu mau IPO itu, tinggal (bagaimana) kami saja," kata dia kepada Warta Ekonomi baru-baru ini.
Ditambahkannya, IPO merupakan pilihan yang memiliki plus minus tersendiri bagi perusahaan. Nyatanya, beberapa pemilik bisnis, bahkan perusahaan sekelas Djarum, maupun perusahaan perkebunan kakap tidak melakukan IPO. Kenapa? Karena mungkin saja pemilik perusahaan dari awal ingin membangun perusahaan sendiri tanpa ada keterlibatan investor dari luar.
Baca Juga: Ini Lho yang Bikin Bukalapak Galau untuk IPO
"It's a matter of choice, ya terserah dia juga kan. Plusnya, pasti ada seperti reputasi, wah ini perusahaan yang go public reputable, perusahaannya diurus dengan baik, ada GCG segalanya. So that’s a plus. Minusnya, ya tentu kami harus terbuka dengan informasi banyak laporan keuangan segala macam. Jadi, it's a matter of preference," tambah dia.
Terkait momen atau titik apa yang menjadi dasar bagi perusahaan untuk melakukan atau tidak melakukan IPO, diakuinya ada dua hal. Pertama, ada atau tidaknya kebutuhan investasi dalam jumlah yang besar, dan kedua, akankah investasi tersebut didanai dari dalam atau pun luar perusahaan.
"Pertama, IPO itu kan fund rising kami dapat dana dari publik, jadi berangkatnya sebenarnya dari situ juga. Kami nyari uang enggak, nyari funding enggak, kalau ternyata bisnisnya lancar segala macam kami enggak butuh investasi dari luar. Kami enggak akan atau enggak ada kebutuhan (IPO) kan," papar Fajrin.
"Kedua, misalnya ok kami butuh investasi nih untuk ekspansi bisnis segala macam, dari situ ada dua pilihan, mau privat atau publik. Masing-masing ada plus minus tadi, saat itu kami memutuskan, ok kami butuh investasi dan disesuaikan dengan kondisi perusahaan sekarang, mana yang terbaik publik atau privat. IPO salah satu opsi, jadi misalnya sekarang kami enggak lagi butuh investasi besar, tapi enam bulan lagi, 12 bulan lagi kan belum tentu kami enggak butuh (investasi besar) kan," papar Fajrin.
Baca Juga: Diramal Jadi Decacorn, Ini Jawaban Bukalapak
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Yosi Winosa
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: