Babak terakhir debat capres akan berlangsung besok, Sabtu (13/4/2019), di Hotel Sultan Jakarta. Tema pamungkas yang akan diusung mencakup ekonomi, kesejahteraan sosial, keuangan, investasi dan industri.
Dalam sekian kali debat, masing-masing capres membahas berbagai macam program pembangunan yang mereka rencanakan. Tentunya untuk merealisasikan program tersebut dibutuhkan anggaran yang bersumber dari penerimaan negara. Dalam debat bidang ekonomi dan keuangan ini, sudah waktunya panelis debat mengupas strategi masing-masing capres untuk menjelaskan dari mana uang yang akan mereka peroleh untuk membiayai program-program tersebut.
Pengalaman debat pilpres di 2014 menjadi pelajaran penting bagi kita, bagaimana pajak yang tidak pernah disinggung selama debat tersebut, justru menjadi program penting yang langsung menyentuh urat nadi perekonomian masyarakat sejak 2015. Mulai dari Tax Amnesty, penurunan tarif UKM 0,5%, pembentukan otoritas pajak yang terpisah dari Kementerian Keuangan, peraturan pajak e-commerce, hingga terhambatnya pembahasan berbagai RUU Perpajakan sampai-sampai presiden harus menyindir menteri keuangan dalam sebuah forum pertemuan dengan kalangan pengusaha.
Baca Juga: Pajak E-Commerce Dicabut, Indonesia Jadi Negara Paling Cepat Pertumbuhan E-Commercenya
Pada pemilihan calon presiden di berbagai negara demokrasi, program-program terkait kebijakan perpajakan menjadi sorotan penting yang cukup menentukan kecenderungan pemilih. Karena sebagaimana halnya di Indonesia, pajak merupakan sumber penerimaan terbesar bagi sebagian negara. Oleh karena itu, pembahasan pajak tidak mengutarakan target tax ratio saja, tetapi juga menjelaskan bagaimana strategi masing-masing pasangan calon untuk mencapai target tersebut.
Bagi masyarakat dan dunia usaha, ada berbagai hal yang justru menjadi satu dampak positif apabila strategi dan kebijakan pajak menjadi salah satu poin yang dikemukakan pada debat terakhir ini. Dunia usaha akan memiliki kepastian dan keadilan berusaha sampai dengan lima tahun yang akan datang.
Masyarakat pun akan memeroleh kesempatan untuk menghitung-hitung, manfaat apa yang secara langsung akan berdampak bagi kemampuan ekonomi mereka terkait insentif-insentif pajak yang akan diberikan pemerintah yang akan datang.
Dalam debat-debat sebelumnya, Paslon 01 sempat menyinggung secara teknis, betapa mudahnya sekarang melakukan pelaporan perpajakan. Sedangkan Paslon 02 bahkan sempat mengutarakan niat untuk menurunkan tarif pajak penghasilan. Tentu ini sebuah kemajuan dibandingkan lima tahun lalu yang sama sekali tidak ada yang berani berbicara tentang pajak dalam debat capres.
Baca Juga: Jokowi Ingin Turunkan Pajak Korporasi, Alasannya?
Terkait dengan rencana pemisahan Ditjen Pajak dari Kemenkeu, sepertinya kedua kubu paslon sudah sepakat akan menjadikan program tersebut sebagai strategi mencapai target kenaikan tax ratio. Hanya saja, masih belum bisa dielaborasi, model lembaga apa yang akan dibentuk, bagaimana pengawasannya, dan kapan rencana tersebut ditargetkan terealisasi.
Rencana peningkatan kapasitas otoritas pajak ini menarik perhatian masyarakat, pakar ekonomi, peneliti, dan tentu saja kalangan pengusaha yang membutuhkan kepastian dan keadilan. Sehingga tidak terjadi lagi kebijakan-kebijakan yang sering dibatalkan sebelum benar-benar dilaksanakan.
Prof Haula Rosdiana, pengamat pajak yang juga Guru Besar Universitas Indonesia, menyebutkan bahwa pihak-pihak yang berkompetisi harus mengenyampingkan ego sektoral dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak karena lembaga pajak merupakan ujung tombak lebih dari 70% penerimaan negara. Sehingga dengan besarnya kontribusi tersebut, pajak bukan hanya menjadi instrumen penerimaan negara, tetapi juga sebagai instrumen keberlangsungan demokrasi.
Pembentukan lembaga pajak nonkementerian oleh presiden adalah hal yang konstitusional. Selain itu, lembaga pajak yang berada langsung di bawah kendali presiden juga adalah hal lumrah yang terjadi di banyak negara.
Oleh karena itu, PT Perkasa mendorong agar dalam debat pamungkas ini, KPU dan panelis dapat menggali lebih dalam dan mengelaborasi lebih jauh bagaimana strategi dan kebijakan perpajakan masing-masing paslon.
Baca Juga: 2 Paslon Pilpres Tak Serius Urusi Pajak?
"Jangan sampai terulang lagi, sebagai negara demokrasi dengan hampir 80% sumber anggaran pembangunan dari penerimaan pajak, masyarakat tidak mengetahui program pajak yang diusung setiap capres, dan lagi-lagi tidak dapat menjadikan hal tersebut sebagai salah satu pertimbangan dalam memilih pemimpinnya," kata Haula Rosdiana.
"Kebijakan pajak akan sangat berpengaruh pada kesadaran politik masyarakat. Mari kita berharap KPU dapat membangun kesadaran politik atas kebijakan pajak yang akan disampaikan masing-masing pasangan calon presiden-wakil presiden untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, maju, mandiri, dan makmur," tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Yosi Winosa
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: