Kampanye Pilpres 2019 turut menyeret komentar para menteri. Maklum, yang diserang adalah kebijakan pemerintah. Salah satunya tantangan calon presiden (capres) nomor urut 02, Prabowo Subianto, yang menjanjikan penurunan tarif listrik hingga 20%.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, menjelaskan penurunan tarif listrik 20% bisa saja dilakukan, tergantung kebijakan pengelolaan anggaran. Jonan menyebutkan, dibutuhkan tambahan subsidi listrik di Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sekitar Rp55 triliun sampai Rp60 triliun untuk menurunkan tarif listrik sebesar 20%. Saat ini anggaran subsidi listrik 2019 ditetapkan sebesar Rp57 triliun.
Kalau tarif listrik mau diturunkan 20%, ujar Jonan, subsidi harus bertambah jadi Rp100 triliun sampai dengan Rp120 triliun. "Kalau mau ditempuh itu pasti bisa. Tinggal DPR setuju atau tidak," tutur Jonan di Bandara Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Baca Juga: Pilpres 5 Hari Lagi, Menteri ESDM Pantau Kesiapan Kelistrikan PLN
Di mata Jonan, pengelolaan anggaran penting untuk memperhatikan skala prioritas. Menurut dia, pemerintah dihadapkan pada pilihan: untuk subsidi atau pembangunan?
"Pilihan setiap pemerintahan maunya bagaimana? Mau bangun jalan atau bangun kelistrikan di desa-desa atau yang lainnya?" ujarnya.
Khusus soal listrik, Jonan mengungkapkan masih terdapat beberapa wilayah di Indonesia yang belum mendapatkan akses listrik. Apabila nilai subsidi dinaikkan maka listrik hanya bisa dinikmati oleh mereka yang punya akses listrik saja seperti di kota-kota. Rakyat yang belum terjangkau layanan listrik malah tidak dapat subsidi sama sekali jika tarif diturunkan.
"Prinsip keadilan sosialnya ini bagaimana nantinya?" kata Jonan.
Baca Juga: Mau Tiket Murah dan Listrik Terjangkau? Itu Janji Sandiaga
Bagaimana dengan efisiensi? Menurut Jonan, untuk menurunkan tarif dengan cara efisiensi akan sulit dilakukan karena harga sumber energi listrik seperti bahan bakar minyak (BBM) dan gas mengikuti tren internasional. Jika ingin memaksa pengusaha tambang menurunkan harga batubara maka para pengusaha pasti akan menolak hal tersebut.
"Kalau untuk batubara mau diturunkan lagi dari US$70 menjadi US$50 per ton bisa aja, tapi pasti banyak perusahaan tambang yang hancur," tandasnya.
Lalu? Ada sih jalan lain. "Apabila nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat dari Rp14.000 menjadi Rp11.000 maka bisa saja tarif listrik diturunkan tanpa menambah anggaran subsidi dan membebani pertambangan," ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: