Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jelang RUPS, Sejumlah Persoalan Pelik Masih Menerpa Garuda

Jelang RUPS, Sejumlah Persoalan Pelik Masih Menerpa Garuda Petugas Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) PT. Pertamina dengan menggunakan mobil tangki mengisi bahan bakar minyak Avtur untuk salah satu pesawat komersil di Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar, Aceh, Selasa (1/8). PT Pertamina menyiapkan tambahan bahan bakar avtur antara 30 persen hingga 69 persen dari rata-rata kebutuhan harian di seluruh DPPU bandara yang melayani pemberangkatan dan pemulangan jemaah haji 2017. | Kredit Foto: Antara/Irwansyah Putra
Warta Ekonomi, Jakarta -

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk memiliki beberapa persoalan pelik menjelang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang akan digelar pada 24 April 2019 mendatang.

Akuntan Profesional RNA 99, Deny Poerhadiyanto, mengatakan maskapai pelat merah tersebut memiliki beberapa persoalan seperti inefisiensi, utang, hingga kinerja operasional yang kurang apik. Ia mengatakan Garuda Indonesia harus menerapkan tata kelola manajemen yang benar agar mampu menciptakan efisiensi. Selain itu, Garuda Indonesia perlu memperkuat aspek tata kelola yang berorientasi pada good corporate governance (GCG).

"Garuda Indonesia juga harus mengkaji rute yang tidak menguntungkan," katanya kepada Warta Ekonomi di Jakarta, belum lama ini.

Baca Juga: Kinerja Masih Buruk, Kok Bisa Garuda Cetak Laba di Tahun 2018?

Deny Poerhadiyanto menjelaskan utang Garuda Indonesia juga menjadi persoalan yang harus segera diselesaikan. Tercatat, pada tahun 2018 lalu total liabilitas GIAA mencapai US$3,46 miliar atau naik 22,5% apabila dibandingkan dengan posisi tahun 2017 yang sebesar US$2,82 miliar. Total kewajiban itu terdiri dari liabilitas jangka panjang sebesar US$1,01 miliar dan jangka pendek sebesar US$2,45 miliar.

"Garuda perlu tambahan modal untuk menyelesaikan kewajiban-kewajibannya. Ada juga opsi divestasi anak usaha yang menguntungkan," ujarnya.

Selain itu, Garuda Indonesia memiliki persoalan di kinerja operasional yang masih kurang bagus. Kalau dilihat dari core business, sebenarnya kinerja operasional Garuda Indonesia masih buruk. Bahkan, Garuda Indoensia merugi karena beban menerbangkan penumpang lebih besar dibanding pendapatan itu sendiri.

"Garuda Indonesia perlu mengevaluasi model bisnis," katanya.

Sebelumnya, Garuda Indonesia melaporkan telah mencetak laba bersih sebesar US$809.846 atau sekitar Rp11,33 miliar (kurs dolar Rp14.000) pada tahun 2018 lalu. Angka tersebut  meroket 473% dari rugi bersih yang diderita perseroan pada tahun 2017 senilai US$216,58 juta. Dari sisi pendapatan, Garuda membukukan US$4,37 miliar pada akhir 2018. Posisi itu naik dari US$4,17 miliar pada 2017.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: