Gelaran Pemilihan Umum (Pemilu) serentak telah usai. Masyarakat Indonesia berbondong-bondong telah memadati Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk memilih presiden, anggota legislatif, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Namun demikian, perbincangan masih menyisakan saling klaim kemenangan antara Calon Presiden Kubu 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amien, dan Kubu 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Validitas dan akurasi data sistem hitung cepat (quick count) hasil lembaga-lembaga survei yang memenangkan pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amien dipertanyakan oleh tim sukses kubu 02 yang mengklaim memiliki data internal di mana Prabowo Subianto-Sandiaga Uno disebut memenangi Pilpres kali ini.
Baca Juga: Menang Akui Quick Count, Kalah Tidak, Prabowo Tuh Lucu
Jauh sebelum perdebatan tersebut mengemuka, Warta Ekonomi pada 10 Maret 2019 lalu telah menulis sedikitnya empat berita terkait peluang digunakannya teknologi blockchain dalam sebuah proses pemilihan umum. Adalah Voatz, startup asal Massachussetts, Amerika Serikat (AS), yang secara spesifik mengkhususkan bisnisnya pada layanan teknis pemanfaatan blockchain untuk pemilu.
Sebagaimana dilansir oleh TechCrunch pada Jumat (8/3/2019), disebutkan bahwa sejak empat tahun lalu Voatz telah terlibat dalam sedikitnya lebih dari 30 ajang pemilu du berbagai wilayah dengan hasil yang memuaskan. Bahkan, terbaru, Voatz juga telah ditunjuk oleh pemerintah negara bagian Denver, Colorado, AS, untuk digunakan dalam pemilu setempat yang bakal digelar pada Mei 2019 mendatang. Nantinya, penggunaan aplikasi Voatz digunakan untuk melindungi proses pemungutan suara bagi para pemilik hak suara yang berada di luar negeri.
“Kami akan gunakan program percontohan ini untuk para warga kami yang sedang berada di luar negeri, seperti personel militer aktif yang sedang bertugas dan juga profesi-profesi lain. Ada sedikitnya empat ribu pemilih kami di luar negeri dan telah memenuhi syarat untuk dapat menggunakan hak suara lewat aplikasi ini,” ujar Wakil Direktur Pemilu Kota Denver, Jocelyn, Bucaro, dalam laporan tersebut.
Baca Juga: Seberapa Hebat Blockchain Mampu Atasi Pencurian Data?
Dimintai pendapatnya, Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) menyatakan bahwa memang teknologi blockchain bisa saja dimanfaatkan untuk mengatasi beraneka masalah yang timbul dalam proses Pemilu. Misalnya saja soal peluang terjadinya suara ganda hingga peretasan data hasil Pemilu oleh para oknum tak bertanggung jawab.
Dijelaskan bahwa pada dasarnya teknologi blockchain merupakan sebuah teknologi baru di bidang pencatatan/pembukuan yang memungkinkan penyimpanan data yang sama dalam banyak server sekaligus. Dengan begitu, masing-masing data tersebut bakal saling memverifikasi ketika satu atau beberapa server diserang oleh peretas.
“Dari multiple server tadi setiap datanya saling terkait satu sama lain. Dia saling terhubung sekaligus saling memeriksa data dalam server masing-masing. Karena itu, blockchain justru sangat aman karena data yang disimpan di dalamnya tidak bisa dimodifikasi, sehingga sangat akurat,” ujar Ketua ABI, dalam kesempatan terpisah.
Dengan akurasi data yang sangat terjaga itu, menurut Oscar, teknologi blockchain sangat mungkin digunakan dalam percepatan perjanjian bilateral, pencatatan sertifikat, akte tanah, surat kelahiran, ijazah, hingga sistem pencatatan dalam penyelenggaraan Pemilu.
“Sangat bisa dan justru bagus untuk Pemilu, karena tidak akan bisa ada peluang multiple vote (suara ganda) di sana. Hasilnya juga sudah tidak bisa diubah-ubah lagi. Lebih aman dan lebih bisa dipertanggungjawabkan,” tegas Oscar.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Taufan Sukma
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: