Kehadiran perusahaan jasa keuangan berbasis teknologi (financial technology/fintech) terus mencuri perhatian dengan segala dampaknya terhadap para pelaku industri jasa keuangan konvensional.
Meski kehadirannya tak bisa lagi dielakkan sebagai konsekuensi logis dari perkembangan teknologi yang semakin cepat, tetap saja hadirnya perusahaan fintech dianggap sebagai biang keladi atas terdisrupsinya banyak pelaku jasa keuangan konvensional. Namun demikian, soal keberpihakan atas tumbuh-kembangnya bisnis fintech saat ini, China pantas dijadikan referensi dengan banyaknya perusahaan fintech sukses yang berasal dari Negeri Tirai Bambu itu. Tingkat kemajuan fintech di sana juga dikenal sangat massif.
“Kenapa itu semua bisa terjadi di China? Perkembangan fintech terutama untuk peer to peer lending di sana juga sangat cepat. Kok bisa? Salah satu faktornya adalah soal kebijakan pemerintah selaku regulator yang mengatur dan mengkoordinasikan itu semua,” ujar Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Institute dan Keuangan Digital, Sukarela Batunanggar, dalam acara Pelatihan dan Gathering Media Massa Jakarta, di Bandung, akhir pekan kemarin.
Baca Juga: Dikepung Fintech dkk, Bisnis BPR Kian Menantang
Menurut Sukarela, pemerintah China sangat menyadari hadirnya fintech merupakan jawaban atas kondisi masih banyaknya masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan (unbanked) yang selama ini belum juga terpecahkan. Dengan peran dan manfaatnya itu, pemerintah China pun tak mau mempersulit dan bahkan mendukung penuh perkembangan fintech di negerinya.
“Dengan pola pandang itu, otoritas di China jadi cenderung lebih fleksibel terhadap tumbuh kembang fintech. Mereka lebih open. Ini yang kemudian memberi ruang pertumbuhan yang sangat ekspansif dan keleluasaan untuk tumbuh secara maksimal,” tutur Sukarela.
Implikasi dari arah kebijakan yang longgar tersebut, lanjut Sukarela, adalah tidak ada tinjauan ulang (review) secara mendalam mengenai bisnis fintech di sana. Di satu sisi, banyak perusahaan fintech yang telah memiliki model bisnis yang baik dan dapat bertahan. Namun demikian, banyak juga perusahaan fintech yang belum memiliki model bisnis yang siap menunjang pertumbuhannya. Hal ini membuat fintech ilegal juga ikut tumbuh subur di China, sehingga justru merugikan masyarakat secara luas.
“Dalam titik inilah kemudian otoritas China mulai tersadar dan baru mengambil langkah. Makanya sekarang pemerintah China sangat concern memperkuat aturannya, dengan menutup platform yang tidak layak operasi,” tegas Sukarela.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Taufan Sukma
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: