Berdiri di 'Ring of Fire', Hotel-Hotel di Indonesia Harus Terapkan Aspek Kesiapsiagaan Bencana
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen Doni Monardo mengatakan industri pariwisata sangat rentan terpengaruh dengan bencana alam yang kerap melanda di hampir seluruh wilayah Indonesia.
Doni juga mengatakan bahwa bencana merupakan capital shock yang menggerus jumlah modal dan nilai modal fisik secara signifikan bagi para pelaku yang menggeluti dunia pariwisata khususnya perhotelan.
Contohnya, pada Tsunami di Selat Sunda diakhir tahun lalu (22/12/2018) telah menyebabkan kerugian hingga ratusan miliar dan menyebabkan efek domino berupa pembatalan kunjungan wisatawan hingga 10%. Sebelum dilanda tsunami, tingkat hunian atau okupansi hotel dan penginapan di kawasan wisata Anyer, Carita, dan Tanjung Lesung mencapai 80% sampai 90%.
Baca Juga: BNPB Tawarkan Konsep Ini Hadapi Risiko Bencana, Apa Itu?
"Melihat pertumbuhan pariwisata yang begitu menjanjikan, ditambah lagi dengan keanekaragaman Hayati yang sangat bagus juga dengan potensi alam lainnya, maka kita semua harus melindungi ini semua. Karena paling besar daerah pariwisata adalah daerah yang rawan terhadap Bencana," jelas Letjen Doni Monardo usai acara Diskusi Kesiapsiagaan Bencana Sektor Perhotelan Untuk lndustri Pariwisata yang Berkelanjutan di Graha BNPB Jakarta, Senin (6/5/2019).
"Untuk membangun ketangguhan khususnya di perhotelan, harus ada komitmen bersama. Dalam hal ini terkait dengan penyediaan aspek-aspek dasar ketangguhan yang harus ada dan dimiliki oleh setiap hotel," tambahnya.
Doni melanjutkan, Aspek-aspek tersebut meliputi: Struktur bangunan yang sudah memperhatikan aspek kebencanaan yang ada, Sarana dan prasarana kebencanaan yang memadai, manajemen risiko bencana; Edukasi kebencanaan yang telah menjadi bagian dari seluruh aktivitas perhotelan baik pegawai maupun pengunjung hotel serta pelaksanaan simulasi dan geladi yang telah dilakukan secara rutin dan berkala.
Baca Juga: Bangkitnya Sektor Pariwisata Banten Pasca Tsunami (1)
Sebagai informasi, adanya kegiatan Kesiapsiagaan Bencana Sektor Perhotelan ini dilakukan dalam rangka Pertukaran informasi, memperkuat aspek penyelamatan jiwa, sistem manajemen dan perkembangan bisnis atau usaha sektor Pariwisata dan Perhotelan di Indonesia, khususnya Perhotelan dan Pariwisata yang baru-baru ini terdampak bencana alam.
Pada kesempatan ini pula Kepala BNPB mengingatkan bahwa penanggulangan bencana adalah urusan semua pihak. BNPB merumuskan dengan pendekatan Pentahelix Governance, dengan mengajak Lembaga Usaha, Masyarakat, Perguruan Tinggi atau Pakar Kebencanaan dan Media Massa.
Saat ini sudah terbentuk : Forum Perguruan Tinggi dan lkatan Ahli Kebencanaan Indonesia mewakili Perguruan Tinggi dan Pakar Kebencanaan; Dharma Relawan Adhirajasa mewakili masyarakat dan relawan dan Forum Media Massa mewakili media massa. Pada kesempatan kali ini dilakukan Pengukuhan Forum Lembaga Usaha Penanggulangan Bencana Indonesia (FLU PB Indonesia) untuk melengkapi Pentahelix Governance.
FLU PB Indonesia merupakan perkumpulan perusahaan-perusahaan yang concern terhadap penanggulangan bencana Indonesia. Forum ini dibentuk untuk membangun sinergi, kolaborasi dan memaksimalkan peran dan fungsi pentahelix dalam penanggulangan bencana di Indonesia serta untuk membangun kesiapsiagaan terhadap bencana guna melindungi kepentingan bisnis perusahaan dan juga pegawainya.
Diketahui, acara diskusi ini dihadiri 250 orang peserta yang terdiri dari Pelaku Usaha Perhotelan dan Pariwisata di DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten dan sekitarnya, Perwakilan BPBD, Akademisi serta menghadirkan narasumber dari Kementerian Pariwisata, BPBD Provinsi Bali, Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) Bali, Perhimpunan Hotel & Restoran Indonesia (PHRI) dan Hard Rock Hotel Bali.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: