Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pertamina EP Asset 4 Field Cepu Dorong Pengembangan Pertanian Organik

Pertamina EP Asset 4 Field Cepu Dorong Pengembangan Pertanian Organik Kredit Foto: Mochamad Ali Topan
Warta Ekonomi, Surabaya -

Pertamina EP Asset 4 Field Cepu terus mendorong pengembangan pertanian organik di Desa Bajo, Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, mulai membuahkan hasil. Di yakini, tahun 2020 nanti target 10 hektar lahan sawah organik akan terealisasi.

Hal itu diungkapkan, Ketua Kelompok Tani Bina Alam Sri, Surat, setelah setahun menerapkan pertanian organik, sawah yang sebelumnya dengan pupuk kimia hanya bisa menghasilkan 7 ton padi per hektar kini mampu menghasilkan 8 hingga 9 ton padi per hektar.

"Saat panen perdana pada Januari 2019 lalu, setidaknya 11 orang anggota kelompok tani dapat menikmati hasil produksi maksimal seluas 2,4 hektar," terang Surat.

Baca Juga: Amankan Kesiapan Awal Ramadhan, Pertamina Tambah Alokasi 14% LPG 3 Kg

Usaha petani yang tergabung dalam Kelompok Bina Alam Sri ini, telah menarik minat sekurangnya 37 petani lain yang masih menjalankan sistem pertanian konvensional untuk belajar tentang sistem pertanian organik. Karena itu, menjelang musim panen kedua pada Juni 2019 nanti ini diperkirakan luas lahan sawah organik akan meningkat dua kali lipat menjadi 4,2 hektar dengan jumlah anggota 21 petani. Mereka juga semakin kreatif dan inovatif memanfaatkan sumber daya alam yang ada di sekitarnya dengan mengusahakan pupuk secara mandiri yang rata-rata kebutuhannya 7-10 ton pupuk per hektar.

Keunggulan dari budidaya padi organik atau lebih dikenal oleh petani "SRI Organik" adalah penggunaan air yang lebih hemat, tanah menjadi lebih gembur dan subur serta pertumbuhan anakan padi yang lebih banyak dan sehat, bahkan bisa sampai 103 anakan/batang, jauh lebih banyak dibandingkan dengan sistem konsvensional yang hanya menghasilkan 25-30 anakan/batang.

"Dengan begitu, kami optimistis dapat memproduksi hingga 10 hektar lahan sawah organik hingga pada 2020 nanti,” kata Surat.

Baca Juga: BUMN: Dari Wirausaha Pertanian, Pendapatan Petani Meningkat

Surat menjelaskan, bau tidak sedap oleh kotoran ternak tidak melunturkan semangat petani organik untuk mewaujudkan pertanian organik. Apalagi, kerja keras mereka dibayar lunas dengan turunnya biaya produksi hingga 48 persen atau setara Rp 6 juta per hektar. Konsep ‘Organik untuk Bumi’ yang selalu digaungkan dalam pengembangan pertanian organik diyakini oleh petani hal yang masuk akal, dimana alam juga perlu mendapat sentuhan atau pengolahan berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. Dari sini jelas, sebuah revolusi hijau tampak sudah mengubah mindset dan perilaku para petani Bajo.

Menurut Surat, kelompok tani berharap adanya bantuan pengadaan sapi untuk dipelihara bersama dan kemudian diolah kotorannya menjadi pupuk organik. Semakin luasnya lahan yang diproduksi, kebutuhan bahan-bahan alami untuk keperluan pupuk organik juga semakin banyak.

"Maka kami butuh bantuan dari pemerintah setempat. Tahun ini kami sudah diagendakan mendapat mesin chopper untuk mencacah limbah organiknya dari Pertamina,” kata Surat.

Disisi lain, Bupati Blora, Djoko Nugroho, berharap hasil pertanian organik ke depan bisa ditingkatkan sehingga Blora akan menjadi lumbung padi yang lebih besar dan menyehatkan. 

"Saya ingin desa Bejo ini menjadi rujukan petani dari wilayah lain yang ingin belajar pertanian organik," ujar Djoko.

Baca Juga: Masuki Hari Ke-3 Ramadan, Stok LPG Pertamina Aman? Ini Kesiapannya

Ia menambahkan, gagasan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pertanian organik di Desa Bejo datang dari PT Pertamina EP Asset 4 Field Cepu. Perusahaan migas yang beroperasi di wilayah itu melalui program CSR pada 4 Juni 2018 lalu mulai mengenalkan program "SRI Organik" yang kemudian dilanjutkan dengan pelatihan pertanian sehat ramah lingkungan berkelanjutan (PSRLB) di bulan berikutnya. Pendampingan dan monitoring rutin dilakukan setiap bulan agar kelompok belajar dan tercapai kualitas pemberdayaannya. 

Terkait hal itu, Cepu Government & PR Staff, Intan Anindita Putri, menjelaskan, melalui program PSRLB ini perusahaan ingin beriringan dengan masyarakat sekitar operasi.

"Banyak anggapan pertanian akan sulit hidup di dekat perusahaan migas. Walaupun berdekatan dengan titik sumur pengeboran kami (NKT-01TW), anggapan tersebut terpatahkan dengan keberhasilan panen raya kelompok,” tegas Intan di Surabaya, Rabu (8/5/2019)

“Secara garis besar program PSRLB ini terbagi menjadi tiga bagian yakni budidaya padi organik (SRI Organik), sayuran organik, dan pemanfaatan tanaman obat keluarga (toga) lainnya,” pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Mochamad Ali Topan
Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: