China tidak pernah main-main atas pernyataannya untuk membalas dendam kepada rivalnya, AS. Setelah sebelumnya Trump memberlakukan tarif impor lebih tinggi atas produk China, kini giliran Negeri Tirai Bambu itu melancarkan serangan balasan.
Kemarin, Kementerian Keuangan China menyatakan bahwa tarif impor untuk produk AS senilai US$60 miliar akan naik dari yang sebelumnya 5% dan 10% menjadi 20% dan 25%. Kenaikan tarif tersebut dikabarkan akan berlaku mulai 01/06/2019 mendatang, di mana produk-produk aglikultur seperti kacang tanah, gula, dan gandum menjadi sasaran China dalam penerapan tarif tersebut.
Baca Juga: Negosiasi Dagang AS-China Selesai, Hasilnya Bikin Pusing
Sikap balasan China tersebut seakan menjadi penegas bahwa perang dagang kembali memuncak. Alhasil, investor semakin ketar-ketir menentukan sikap. Berlindung di bawah naungan dolar AS dirasa kurang efektif. Buktinya, pada pagi ini dolar AS bergerak variatif dengan kecenderungan melemah.
Baca Juga: Rupiah Habis Ditebas Dolar AS
Dolar AS hanya unggul di hadapan tiga mata uang dunia, yaitu rupiah (0,24%, yen (0,24%), dan dolar Taiwan (0,06%). Kendati demikian, dolar AS masih lebih baik daripada rupiah. Dibuka dengan koreksi 0,03% ke level Rp14.415 per dolar AS.
Minimnya sentimen positif membuat rupiah kian terpuruk. Kini, dengan depresiasi sebesar 0,24% terhadap dolar AS, rupiah menyandang status sebagai mata uang terlemah ketiga di Asia. Ya, untungnya rupiah masih dapat unggul terhadap yen dan ringgit, masing-masing sebesar 0,03%.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih