Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dapat Predikat WDP dari BPK, Masinton Tantang KPK Buka-bukaan soal Laporan Keuangan

Dapat Predikat WDP dari BPK, Masinton Tantang KPK Buka-bukaan soal Laporan Keuangan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah (kanan) dan anggota Pansus Angket KPK Masinton Pasaribu (kiri) menjadi pembicara dalam diskusi Forum Legislasi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (14/11). Diskusi tersebut mengusung tema "Pansus Angket Apa Lagi?". | Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dalam Sidang Paripurna DPR RI (28/5/2019) Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK) menyampaikan penilaiannya atas laporan keuangan pemerintah yg terdiri dari 86 kementerian/lembaga terkait penggunaan APBN 2018.

Baca Juga: 3 Tahun Berturut-Turut, Kementan Raih Opini WTP dari BPK

Secara rinci, Laporan keuangan kementerian/lembaga 2018 yang sesuai standar BPK terdapat 82 laporan (95 persen mendapat predikat WTP). Lalu, 4 laporan sisanya mendapat predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP).

Adapun, 4 laporan yang mendapat WDP adalah Kementerian PUPR, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menanggapi hal itu, anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu menyayangkan lembaga anti korupsi seperti KPK penyajian laporan keuangannya tidak lengkap sehingga memperoleh predikat WDP.

"Seharusnya KPK sebagai lembaga anti korupsi memberikan contoh pelaporan keuangan yang akuntabel, transparan dan berintegritas," tegasnya.

Politikus PDIP itu menjelaskan dalam pasal 5 UU No.30 Tahun 2002 sangat jelas kewajiban dasar KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dalam pemberantasan korupsi berasaskan kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum dan proporsionalitas.

Ketika penyajian laporan keuangan KPK mengenyampingkan asas akuntabilitas, keterbukaan dan integritas, maka disinilah pangkal terjadinya indikasi korupsi di tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ini masalah serius dan sangat mendasar. Mustahil memberantas korupsi kalau tubuh KPK masih digelayuti benalu korupsi.

"Selama ini KPK selalu mengklaim lembaganya menerapkan prinsip “zero tolerance” dan zona integritas dalam tata kelola lembaga anti korupsi tersebut. Kalau KPK konsisten dan konsekwen dengan prinsip zero tolerance dan berintegritas harusnya laporan keuangan KPK tidak memperoleh opini WDP. Itu ukuran sederhananya," pungkasnya.

Ia pun meminta pimpinan KPK harus menjelaskan secara terbuka kepada publik terkait laporan keuangannya yang berpredikat WDP. Sesuai tagline KPK, “berani jujur hebat”.

Ia mendesak publik berhak mempertanyakan dan menagih integritas KPK. Karena menurut Masinton bukan kali ini saja laporan keuangan KPK bermasalah.

Sebelumnya BPK RI dalam laporan auditnya terhadap KPK pada tahun anggaran 2015 (meskipun memperoleh opini WTP), namun terdapat beberapa temuan yang signifikan, antara lain;

a.) Adanya kelebihan Gaji Pegawai KPK yakni pembayaran terhadap pegawai yang melaksanakan tugas belajar berupa living cost namun gaji masih dibayarkan sebesar Rp 748,46 juta.

b.) Realisasi Belanja Perjalanan Dinas Biasa tidak sesuai Ketentuan Minimal sebesar Rp 1,29 miliar. 

c.) Perencanaan Pembangunan Gedung KPK yang tidak cermat sehingga terdapat kelebihan pembayaran Rp 655,30 juta (volume beton).

Selain itu, hasil audit BPK pada tahun anggaran 2016 terdapat juga beberapa temuan yang signifikan, antara lain:

a.) Aturan pengangkatan pegawai tetap KPK yang telah memasuki batas usia pensiun (BUP) tidak sesuai dengan PP Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia Komisi Pemberantasan Korupsi. Sedangkan dalam Peraturan KPK Nomor 05 Tahun 2017 menyatakan bahwa BUP adalah 58 tahun, oleh karena itu terdapat 4 pegawai yang tidak dipensiunkan walaupun telah melewati usia 56 tahun.

b.) Keterlambatan penyelesaian delapan paket pekerjaan yang belum dikenakan denda sebesar Rp 2,01 miliar.

c.) Terdapat 29 pegawai/penyidik KPK yang diangkat sebagai pegawai tetap namun belum diberhentikan dan mendapat persetujuan tertulis dari instansi asalnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: