Setelah berkoordinasi dengan berbagai pihak seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Kementerian Perhubungan akhirnya menyatakan tak akan menyusun aturan terkait diskon ojek daring. Sebab, hal itu bukanlah ranah Kemenhub.
Hal-hal yang berkaitan dengan persaingan usaha antara kedua pemain di sektor ojek daring berada di ranah KPPU. Menurut Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setiyadi, bila ada indikasi pemberian diskon berlebihan dari aplikator yang berpotensi menimbulkan persaingan tak sehat seperti predatory pricing, KPPU yang berhak menindaklanjutinya.
Baca Juga: Soal Diskon Tarif Ojol KPPU Endus Ini
"Aturan (soal diskon) itu bukan ranah saya (Kemenhub), tapi kami harus amankan bisnis di industri transportasi, harus ada keberlangsungan usaha. Kalau ada persaingan usaha yang tidak bagus nanti KPPU akan turun," papar Budi kepada pers ketika ditemui di Gedung Karsa Kemenhub, Kamis (13/6/2019).
Budi tak bisa menyampaikan secara langsung indikator persaingan yang tak sehat tersebut karena itu kewenangan KPPU. Namun, ia menganalogikan, jika toko memberi diskon, maka pasti ada batasannya.
Budi berujar, "Saya tak tahu persisnya indikator persaingan tak baik, bukan kewenangan saya. Tapi kami analogikan, toko berikan diskon dalam momentum tertentu, ada batas. Saya akan laporkan kepada KPPU."
Dari Kemenhub sendiri, diskon masih diperbolehkan selama masih berada di rentang Tarif Batas Bawah (TBB) hingga Tarif Batas Atas (TBA). Jika ada aplikator yang melanggar, Kemenhub menyerahkan pemberian sanksi kepada KPPU.
"(Diskon) tidak apa-apa, tapi jangan melanggar TBB atau di atas TBA. Tapi semua itu dikembalikan ke KPPU sanksinya, bukan kami," pungkas Budi.
Baca Juga: Gencar Promo Ojol, Permenhub 12/2019 Mesti Dikaji Ulang
Sementara terkait pernyataan Menhub Budi Karya Sumadi soal wacana pelarangan promosi ojek daring, Direktur Angkutan Jalan Ditjen Perhuhungan Darat, Ahmad Yani menyampaikan, yang dimaksud ialah promosi yang berpotensi menimbulkan predatory pricing.
"Maksudnya itu, promosi yang berdampak kepada predatory pricing, itu yang Pak Menteri sampaikan," imbuh Yani kepada Warta Ekonomi.
Predatory pricing adalah kondisi rendahnya tarif suatu produk (barang/jasa), tujuannya untuk menyingkirkan kompetitor. Dengan begitu, penyedia produk dapat menentukan harga yang lebih tinggi karena telah memonopoli pasar.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tanayastri Dini Isna
Editor: Rosmayanti