Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kementan Sengaja Bikin Bawang Putih Langka saat Ramadan Lalu?

Kementan Sengaja Bikin Bawang Putih Langka saat Ramadan Lalu? Kredit Foto: Kementan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Pertanian (Kementan) secara tegas membantah adanya upaya kesengajaan menciptakan kelangkaan pasokan bawang putih pada bulan-bulan tertentu sehingga memicu lonjakan harga, seperti yang terjadi beberapa pekan menjelang puasa 2019 lalu.

Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Direktorat Jenderal Hortikultura, Moh Ismail Wahab mengatakan bahwa berdasarkan data BPS 2018, realisasi impor bawang putih di periode November-Desember 2018 mencapai 227,6 ribu ton.

"Kebutuhan nasional kita rata-rata sekitar 40 ribu ton sebulan sehingga diperkirakan stok carry over masih mencukupi sampai dengan April 2019," ujarnya seperti tertulis dalam keterangannya, Senin (17/6/2019).

Tentunya, lanjut Ismail, tanpa menafikkan faktor susut bobot selama penyimpanan. Kenyataannya tren kenaikan harga sudah mulai sejak Februari-Maret 2019.

"Bisa jadi ada pihak-pihak yang sengaja menggunakan isu penerbitan RIPH dan SPI untuk memengaruhi psikologi pasar," kata Ismail menegaskan.

Baca Juga: Kementan: Kebijakan Wajib Tanam Bawang Putih Tetap Dilanjutkan

Ismail mengakui bahwa kebijakan importasi bawang putih nasional selama tujuh tahun terakhir mengalami dinamika. Sejak 2013 hingga 2017, bawang putih diatur dalam RIPH tanpa wajib tanam. Dampaknya, importir leluasa menguasai pasar bawang putih impor, bahkan bisa mencapai 96% lebih.

Lebih lanjut Ismail menegaskan, baru pada 2017, seiring dengan pencanangan program swasembada oleh Menteri Pertanian, ditambahkan aturan wajib tanam bagi importir bawang putih. Tentu di antara sekian banyak importir penyikapan terhadap kebijakan tersebut berbeda-beda.

"Ada yang mendukung, ada yang biasa-biasa saja, ada pula yang justru melawan. Ini yang perlu dicermati bersama," ungkap Ismail tanpa merinci siapa saja yang dimaksud.

Ismail pun menjelaskan, besaran wajib tanam RIPH tidak bisa mengacu pada SPI. Proses RIPH lebih awal dibanding SPI karena wajib tanam ini lebih dimaksudkan untuk mewujudkan komitmen mendukung swasembada, bukan sekadar syarat memeroleh SPI.

"Sehingga, filosofi wajib tanam 5% itu berbeda dengan usulan kebijakan tarif dan CSR. Wajib tanam diarahkan untuk membangun kemitraan sehingga sejak awal sudah didesain dan dibangun model komprehensif bawang putih lokal, mulai dari proses budi daya panen, kemitraan, gudang, distribusi hingga pasar," jelasnya.

"Artinya, importir benar-benar diajak terlibat langsung dan menyelami ruh dari rantai agribisnis bawang putih lokal," sambung dia.

Baca Juga: Di Tengah Pro kontra Impor, Pemerintah Pastikan Penanaman Bawang Putih on the Track

Ismail pun mengakui bahwa pemerintah tidak menutup mata terkait kekurangan dalam pelaksanaan kebijakan wajib tanam ini. Bayangkan, sejak 1996 sampai 2017 bawang putih lokal nyaris hilang dan petani-petani lama sudah banyak yang meninggal serta riset bawang putih nyaris stagnan.

"Pun lahan sudah berubah peruntukan. Iklim juga mengalami pergeseran. Benih lokal awalnya juga sangat terbatas. Kami sudah petakan itu semua. Evaluasi dan pembenahan terus dilakukan bersama semua pihak terkait. Tentu berlaku mekanisme reward and punishment dalam proses ini," bebernya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: