Pengamat terorisme dari The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya, meminta Menteri Pertahanan (Menhan), Ryamizard Ryacudu memaparkan pada publik soal tiga persen prajurit TNI yang terpapar radikalisme.
Menurut Harits, angka yang disebut Menhan bukan main-main. Karenanya, pernyataan itu mestinya sudah melalui pengkajian. "Menhan perlu menjelaskan ke publik soal konsepsi yang diadopsi tentang hakikat radikal dan radikalisme. Kemudian juga Menhan harus jelaskan ke publik apa tolak ukur atau parameter seseorang khususnya anggota TNI itu telah terpapar radikalisme?," ujarnya di Jakarta, Kamis (20/6/2019).
Ia menilai parameter radikal tersebut penting diungkap agar tak ada cacat paradigma dan ambiguitas tolak ukur. Dikhawatirkan walau pernyataan Menhan meski berbasis data namun substansinya masih menjadi perdebatan.
Baca Juga: Ryamizard Ingin Bantu Kivlan Zen, Staf Bilang: Bapak Mikir Dulu
"Bisa saja anggota TNI aktif di sela-sela waktunya di luar dinas atau tugas kemudian ia rajin memperdalam pengetahuan agamanya. Di luar kewajiban ibadah ritual, kemudian ia belajar dan rajin hadir di majelis-majelis taklim atau belajar kepada para ulama. Apakah sosok seperti itu kemudian dianggap terpapar radikalism," terangnya.
"Atau ketika masuk lebih dalam pada pembahasan politik dalam Islam akan menemukan topik-topik jihad, pemerintahan dan lain-lain yang hakikatnya itu bagian integral dari ajaran Islam. Apakah kemudian seseorang yang belajar itu dianggap terpapar radikalisme?" tambahnya.
Ia mengingatkan Menhan agar tak mudah terseret isu radikalisme tanpa arah bahasan yang jelas. Sehingga pernyataan tersebut ditakutkan malah menjadi blunder sendiri.
"Publik berharap para pejabat pemangku kepentingan itu bijak, dan tidak membabi-buta terseret isu radikal," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Irfan Mualim
Editor: Irfan Mualim
Tag Terkait: