Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga, Nicholay Aprilindo memastikan, bahwa dasar hukum pengajuan permohonan pelanggaran administratif pemilu (PAP) ke Mahkamah Agung telah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada. Ia meyakini permohonan tersebut tidak kedaluarsa.
"Sehingga tidak bisa dikatakan permohonan tersebut kedaluarsa dan atau lewat waktu," kata Nicholay, Kamis 11 Juli 2019.
Ia menambahkan, permohonan kedua dari PAP tersebut tidak dapat dikatakan "Nebis in Idem" karena dalam permohonan A quo, Mahkamah Agung RI belum memeriksa pokok permohonan atau materi permohonan.
Mahkamah Agung baru memeriksa syarat formil khususnya mengenai legal standing pemohon dan kemudian memberikan putusan NO (Niet Ontvankelijk Verklaard) dikarenakan legal standing Pemohon yang cacat formil.
"Bawaslu bukanlah pengadilan tingkat pertama, karena Bawaslu bukan badan atau lembaga peradilan atau lembaga peradilan khusus, namun Bawaslu adalah badan pelaksana pemilu yang berfungsi sebagai pengawas dan diberi kewenangan oleh undang-undang pemilu untuk menerima laporan pelanggaran pemilu, memeriksa dan memutuskan laporan, serta memberikan rekomendasi kepada KPU atas putusan laporan Bawaslu," kata Nicholay.
Ia meyakini Bawaslu tidak dapat dipersamakan dengan lembaga peradilan seperti Pengadilan Negeri, karena Bawaslu tidak berada dalam lingkup UU Mahkamah Agung dan atau UU Kekuasaan Kehakiman. Karena Bawaslu dalam Putusan Pendahuluan No.01/LP/PP/ADM.TSM/RI/00.00/V/2019, tanggal 15 Mei 2019, tidak menerima laporan pelapor Djoko Santoso-Ahmad Hanafi Rais, dengan alasan legalitas alat bukti.
"Dan atas Putusan Pendahuluan Bawaslu tersebut tidak ada Keputusan KPU untuk menindak lanjuti putusan pendahuluan Bawaslu, maka laporan pelapor Djoko Santoso-Ahmad dan Hanafi Rais terhenti sampai pada Putusan Pendahuluan Bawaslu No.01/LP/PP/ADM.TSM/RI/00.00/V/2019, tanggal 15 Mei 2019," kata Nicholay.
Ia melanjutkan dengan tidak adanya kepastian hukum terhadap laporan pelapor sebagaimana tersebut, maka pelapor (dalam hal laporan ke Bawaslu) Djoko Santoso -Ahmad Hanafi Rais, mengajukan permohonan PAP No.1 P/PAP/2019 ke Mahkamah Agung RI pada tanggal 31 Mei 2019. Dan kemudian, pada tanggal 26 Juni 2019, Mahkamah Agung RI mengeluarkan Putusan Nomor 1 P/PAP/2019.
"Yang pada pokoknya dalam amar putusan Mahkamah Agung tidak menerima permohonan pemohon Djoko Santoso-Ahmad Hanafi Rais, dengan pertimbangan cacat formil yaitu bahwa legal standing dari Djoko Santoso - Ahmad Hanafi Rais bukanlah sebagai pemohon prinsipal," kata Nicholay.
Kemudian, berdasarkan pada putusan Mahkamah Agung Nomor 1 P/PAP/2019, MA tidak menerima permohonan Djoko Santoso-Ahmad Hanafi Rais dikarenakan masalah formil yuridisnya yaitu tentang legal standing dari Djoko Santoso-Ahmad Hanafi Rais bukan sebagai pemohon prinsipal, maka pasca putusan Mahkamah Agung RI tersebut, untuk mendapatkan kepastian hukum dan keadilan, pemohon prinsipal dalam hal ini capres-cawapres 02 mengajukan permohonan PAP pada Mahkamah Agung RI.
"Permohonan PAP diterima serta diregister oleh Panitera Mahkamah Agung RI dengan Nomor Register Permohonan : 2 P/PAP/2019," ujar Nicholay.
Ia menjelaskan, permohonan PAP pada Mahkamah Agung RI bukanlah merupakan kasasi karena rasa tidak puas terhadap putusan PHPU MK tertanggal 27 Juni 2019. Tetapi permohonan PAP dari Prabowo-Sandi tersebut adalah menindak lanjuti upaya hukum terhadap laporan TSM terdahulu yang diajukan oleh Djoko Santoso-Ahmad Hanafi Rais, terhadap putusan pendahuluan Bawaslu RI No.No.01/LP/PP/ADM.TSM/RI/00.00/V/2019, tanggal 15 Mei 2019, dan permohonan PAP kepada Mahkamah Agung RI yang diajukan oleh Djoko Santoso-Ahmad Hanafi Rais dengan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1 P/PAP/2019 tertanggal 26 Juni 2019.
"Untuk mendapatkan kepastian hukum dan keadilan adalah hak setiap warga negara untuk melakukan upaya hukum sesuai dengan yang telah ditentukan oleh perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia, walau langit runtuh, hukum dan keadilan harus ditegakkan. Tiada kebenaran yang mendua." [mus]
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo