Punya Peran Penting, Ini Kontribusi UMKM Tekan Defisit Neraca Perdagangan
Indonesia menjadi salah satu negara yang mengalami defisit neraca perdagangan sejak 2018. Hal ini menuntut pemerintah melakukan langkah strategis agar kondisi ekonomi nasional lebih stabil. Salah satunya, mendorong kegiatan ekspor produk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Pernyataan itu dikemukakan Sekretaris Kemenkop-UKM, Rully Indrawan dalam seminar nasional yang diadakan dalam rangkaian peringatan Hari Koperasi Nasional (Harkopnas) ke-72 dengan tema "Semangat Kolaborasi dalam Pengembangan Koperasi di Era Milenial Menuju Kota Sukabumi yang Religius, Nyaman dan Sejahtera" di Sukabumi, Jabar, Rabu (7/8/2019).
"Faktanya, kontribusi UMKM terhadap ekspor nasional masih rendah, yaitu sebesar 15,80% atau sekitar US$23 miliar dari total ekspor nonmigas. Angka tersebut juga lebih rendah dibandingkan dengan negara Asean lainnya seperti Vietnam 20%n dan Thailand 29,50%," kata Rully.
Rully mengatakan, peran UMKM dalam menekan defisit neraca perdagangan sudah ditunjukkan dengan melakukan beberapa langkah. Misalnya, dari sisi industri pengolahan berbasis pertanian di pedesaan, tumpuan produksi dilakukan tidak hanya pada ekspor produk pertanian bahan mentah, namun diolah sehingga memiliki nilai jual lebih tinggi.
Baca Juga: Jurus Jitu Pangkas Defisit, Mendag Harus Lakukan Ini
"Hasilnya, pertumbuhan produksi tahunan industri mikro dan kecil mencapai 3,92% untuk makanan dan 7,70% untuk minuman. Sektor ini juga memberikan kontribusi terbesar pada ekonomi kreatif dengan kontribusi 41,69%," ujar Rully.
Di samping itu, peningkatan produk ekspor UKM untuk jenis makanan dan minuman telah memberikan kontribusi besar pertama pada ekonomi kreatif sebesar 41,69%. Fesyen menempati urutan kedua dengan nilai kontribusi sebesar 18,15%. Sedangkan untuk usaha furnitur dan kraf berada di urutan ketiga dengan nilai kontribusi sebesar 15,70%.
Untuk sektor pariwisata, Rully mengatakan, peningkatan ekspor dilakukan dengan meningkatkan produk unggulan desa melalui OVOP (one village one product) yang terintegrasi dengan industri pariwisata. Ia juga mendorong optimalisasi ekspor ke pasar nontradisional agar defisit neraca perdagangan dapat ditekan secara maksimal.
Untuk diketahui, Indonesia memiliki sekitar 58 juta unit UMKM, mencapai 99,90% dari total unit usaha yang tersebar di seluruh Tanah Air. Namun, masalah pembiayaan menjadi salah satu tantangan bagi kemajuan UMKM Tanah Air. Penyababnya, masih rendahnya kucuran kredit yang ditujukan untuk sektor ini.
Baca Juga: Antisipasi Perang Dagang, Pemerintah Terus Dorong UMKM untuk Mandiri
"Ini adalah usaha-usaha yang dimiliki dan dijalankan oleh para petani, nelayan di pelosok daerah, tukang sayur, di pasar tradisional, dan semacamnya. Banyak di antara mereka yang belum memiliki akses pinjaman ke bank," ujar Rully.
Ia melanjutkan bahwa terkonsentrasinya pelaku ekonomi di sektor ini tidak serta merta diikuti dengan kucuran kredit yang mencukupi. Dari Rp5.300 triliun total kredit yang dikucurkan oleh bank umum di Indonesia tahun lalu, kurang dari 20% atau sekitar Rp1.000 triliun saja yang ditujukan bagi UMKM.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ning Rahayu
Editor: Rosmayanti