Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jurus Jitu Pangkas Defisit, Mendag Harus Lakukan Ini

Jurus Jitu Pangkas Defisit, Mendag Harus Lakukan Ini Suasana aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (15/2/2019). Badan Pusat Statistik mencatat ekspor pada Januari 2019 turun 3,24 persen (month on month) dengan nilai USS 13,24 miliar. Sementara secara tahunan (year on year), ekspor pada Januari 2019 turun 4,7 persen dibandingkan Januari 2018. | Kredit Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah Indonesia harus  mendorong ekspor berbagai produk maupun komoditas ke China. Pasalnya, gap nilai perdagangan antara Indonesia dan China semakin membesar, disinyalir sebagai imbas perang dagang antara negara tersebut dan Amerika Serikat

 

Padahal, potensi pasar China dinilai sangat besar karena jumlah penduduknya terbanyak. Menteri Perdagangan diminta lebih aktif melakukan lobi-lobi dengan China.

 

Hal ini disampaikan pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus yang menyebutkan bahwa Indonesia juga masih memiliki banyak produk dan komoditas yang bisa meningkatkan nilai ekspor Indonesia.

 

“Iya jadi sebenarnya masih bisa diupayakan dengan berbagai strategi. Jadi yang namanya berdagang atau bekerja sama itu dalam hal ini kita konteksnya bersaing, jadi produknya yang bersaing,” ujar Heri.  

 

Baca Juga: Ekspor Biji Pinang Asal Kalbar Menggeliat, Kementan Mau Lakukan Ini

 

Heri menambahkan bahwa pemerintah bisa mengidentifikasi produk atau komoditas mana saja dari Indonesia yang bisa dioptimalkan produksinya sehingga bisa meningkatkan nilai ekspor. Menurutnya, optimalisasi produksi dapat menekan nilai defisit Indonesia terhadap perdagangan dengan China yang pada tahun 2018 meningkat hingga hampir setengahnya.

 

Menurut catatan Kementerian Perdagangan (Kemendag), nilai defisit perdagangan Indonesia terhadap China pada tahun 2018 mencapai US$18,40 miliar. Angka ini terpantau meningkat sekitar 45% dibandingkan defisit perdagangan Indonesia terhadap China pada 2017 yang hanya senilai US$12,68 miliar. 

 

Nilai ekspor Indonesia ke China pada periode Januari hingga April 2019 juga terpantau turun dibandingkan capaian ekspor periode sama tahun sebelumnya, yakni dari US$11,13 miliar menjadi US$10,34 miliar. 

 

Baca Juga: Ekspor Indonesia Per Juni 2019 Turun 20,54%

 

Sementara nilai impor Indonesia dari China pada tahun 2018 meningkat 27,31% (yoy) dari US$35,76 miliar pada tahun 2017 menjadi US$45,53 miliar pada tahun 2018. 

 

“Artinya mereka (China) nggak apa-apa, kitanya yang apa-apa. Artinya dengan ada perang dagang, China bisa cari pasar alternatif selain ke Amerika Serikat. Mereka (China) ke Indonesia, India, dan negara lainnya,” sambung Heri. 

 

Heri pun menyarankan pemerintah untuk lebih cermat menangkap peluang perdagangan yang telah diungkap China. Menurut Heri, sejumlah komoditas pertanian yang kerap dianggap sepele oleh penduduk Indonesia perlu dibudidayakan agar kebutuhan negara tujuan ekspor dapat dipenuhi, meski dalam jumlah besar sekalipun.

 

Ia menyarankan Kementan untuk meningkatkan standar produksi komoditas tanaman, agar dapat lebih mudah diekspor ke pasar global. Menurutnya hal ini harus dilakukan, mengingat sejumlah negara seperti China dan Jepang kerap memberlakukan non-tariff measure (NTM) terhadap produk-produk makanan yang akan masuk ke negara mereka. 

 

China merupakan pasar yang penting untuk dikejar nilai pedagangannya. Mengingat, negara ini masih menjadi negara dengan populasi terbesar di dunia yang mencakup hampir 20% populasi dunia. Indef berharap, Indonesia pun diharapkan bisa ikut memenuhi kebutuhan hidup lebih dari satu miliar penduduk China.

 

“Di sana kan negara dengan penduduk terbanyak di dunia. Ya itu yang kita sebetulnya punya peluang untuk mengembangkan ekspor ke sana,” tandasnya.

 

Baca Juga: Misi Dagang ke Selandia Baru: Peluang Perkuat Ekspor di Kawasan Pasifik

 

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta agar aktivitas ekspor terus digenjot mengingat nilai ekspor Indonesia turun pada Juni 2019 meskipun neraca perdagangan mengalami surplus. 

 

“Yang paling penting Presiden tetap meminta kepada seluruh menteri bersungguh-sungguh di dalam menangani masalah neraca perdagangan ini, artinya ekspor harus digenjot,” ujar Sri Mulyani, Senin (15/7).

 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Juni 2019 mengalami surplus USD0,2 miliar atau tepatnya USD196,0 juta, dengan total ekspor USD11,78 miliar dan total impor USD11,58 miliar.

 

Meski membukukan surplus, ekspor Indonesia pada Juni 2019 turun 20,54% dibandingkan ekspor Mei 2019. Dibandingkan tahun sebelumnya, ekspor juga turun 8,98%

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: