Kepala Biro Kepala Daerah dan Kerja Sama Luar Negeri DKI Jakarta, Muhammad Mawardi mengatakan, Gubernur Anies Rasyid Baswedan berpotensi mengantongi uang puluhan miliar sejak ditinggal Sandiaga Uno dari kursi DKI-2.
Pasalnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2000, kepala daerah termasuk Wakilnya berhak mendapatkan Biaya Penunjang Operasional (BPO) paling besar 0,15 persen dari Pendapatan Anggaran Daerah (PAD). Pembagian dana itu diatur oleh gubernur dan pendampingnya.
"Apabila wakil gubernur tidak ada, Gubernur dapat memaanfaatkan itu. Ketika ada wakil gubernur, mereka pasti rundingan," kata Mawardi kepada wartawan, Jumat (23/8/2019).
Baca Juga: Anies Ungkap Rahasia Besarnya Jakarta
Tahun 2018 lalu, PAD DKI mencapai Rp 43,33 triliun. Namun Anies hanya mengambil 0,13 persen dari PAD tersebut. Jika dikalkulasikan, Gubernur dan Wagub DKI bisa menerima BPO sebesar Rp 56,32 miliar.
Saat Sandi masih menjabat, Mawardi menyebut, pembagiannya adalah 60-40 persen dari total BPO. 60 persen untuk Anies, sisanya untuk posisi wakil gubernur. "Saat masih ada Wagub, skemanya 60 persen untuk gubernur, 40 persen untuk wakil gubernur," ujarnya.
Baca Juga: Tepat Satu Tahun Anies Baswedan Ditinggal Sandiaga Uno
Kini, Anies memimpin Ibu Kota sebatang kara pada Agustus 2018. Artinya, sejak awal 2019 eks Mendikbud itu bisa mengantongi seluruh BPO tersebut. Pada tahun 2019, PAD DKI mencapai Rp 74,99 triliun. Anies mengurangi BPO miliknya menjadi 0,10 persen. Hasilnya, Anies bisa mengantongi Rp 74,99 miliar.
Namun, Mawardi enggan menjelaskan lebih detail ihwal anggaran BPO yang sudah diambil Anies pada tahun 2019. "Tahun 2019, Pak Gubernur mengambil 0,10 persen (BPO). Mengambilnya setiap bulan selama setahun dari awal 2019," katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Annisa Nurfitri