Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemerintah AS Bikin Program Cegah Ransomware Jelang Pemilu

Pemerintah AS Bikin Program Cegah Ransomware Jelang Pemilu Kredit Foto: Unsplash/Paul Weaver
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah Amerika Serikat (AS) berencana meluncurkan program perlindungan basis data dan sistem pendaftaran pemilih menjelang pemilihan presiden 2020. Sistem ini, akan digunakan untuk memvalidasi kelayakan pemilih sebelum mereka memberikan suara.

Program ini diluncurkan menyusul kekhawatiran para pejabat intelijen teehadap peretas asing yang berpotensi menargetkan basis data dan berusaha untuk memanipulasi, mengganggu atau menghancurkan data.

Cybersecurity Infrastructure Security Agency, atau CISA, divisi dari Homeland Security Department, khawatir database dapat menjadi target serangan ransomware. Ini merupakan jenis virus yang telah melumpuhkan jaringan komputer di kota-kota di seluruh Amerika Serikat, termasuk baru-baru ini di Texas, Baltimore dan Atlanta.

Baca Juga: Turki Kembali Datangkan Sistem Rudal S-400 Rusia, AS Makin Khawatir

"Sejarah baru-baru ini menunjukkan bahwa pemerintah negara bagian dan daerah menjadi target serangan ransomware. Itulah sebabnya kami bekerja bersama pejabat pemilu dan mitra sektor swasta untuk membantu melindungi database mereka dan menanggapi kemungkinan serangan ransomware," kata Christopher Krebs, direktur CISA.

Serangan ransomware biasanya mengunci sistem komputer yang terinfeksi dan meminta tebusan, biasanya dalam bentuk cryptocurrency. Prgram CISA akan menjangkau para pejabat pemilihan negara bagian untuk mempersiapkan skenario ransomware semacam itu. CISA juga akan memberikan materi edukasi, pengujian penetrasi komputer jarak jauh, dan pemindaian kerentanan serta daftar rekomendasi tentang cara mencegah dan memulihkan dari ransomware.

Baca Juga: Cryptocurrency dan Blockchain Mendefinisikan Ulang Kebebasan Finansial

Selama dua tahun terakhir, penjahat dunia maya dan kelompok peretasan negara telah menggunakan ransomware untuk memeras korban dan menciptakan kekacauan. Dalam satu kejadian di 2017, yang sejak itu dikaitkan dengan peretas Rusia, virus ransomware digunakan untuk menutupi teknik penghapusan data, membuat komputer korban sama sekali tidak dapat digunakan.

Serangan itu, dijuluki "NotPetya," kemudian merusak perusahaan global, termasuk FedEx dan Maersk, yang memiliki kantor di Ukraina tempat penyebaran malware itu pertama kali. Ancaman mengkhawatirkan karena dampak potensial pada hasil pemungutan suara, kata para ahli.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Yosi Winosa
Editor: Kumairoh

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: