Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hadapi Digitalisasi, BI Siapkan Tiga Senjata

Hadapi Digitalisasi, BI Siapkan Tiga Senjata Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam Konferensi Internasional Bulletin of Monetary Economics and Banking (BMEB) ke-13 dan Call for Papers hari ini, Kamis (29/8/2019). | Kredit Foto: Rosmayanti
Warta Ekonomi, Kuta, Bali -

Bank Indonesia (BI) menilai bahwa saat ini dunia tengah memasuki era baru, yakni kematian globalisasi dan kebangkitan digitalisasi. Era ini sendiri ditandai dengan empat ciri, yakni ketegangan perdagangan internasional, arus modal dan nilai tukar antarnegara semakin bergejolak, kebijakan bank sentral kurang efektif, serta digitalisasi di bidang ekonomi dan keuangan makin marak.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan pengambil kebijakan, khususnya BI, akan menghadapi era ini dengan tiga senjata. Pertama, BI perlu menempuh bauran kebijakan (policy mix). Tidak bisa mengandalkan satu kebijakan, namun harus melakukan sinergi atau koordinasi kebijakan dari berbagai aspek.

"Kebijakan bank sentral jelas suku bunga, tapi enggak cukup. Harus juga kebijakan stabilisasi nilai tukar sesuai dengan fundamentalnya, dan pengadaan likuiditas. Ini di bidang moneter," beber Perry saat konferensi pers Konferensi Internasional Bulletin of Monetary Economics and Banking (BMEB) ke-13 dan Call Papers di Kuta, Bali, Kamis (29/8/2019).

Baca Juga: BI Bilang Dunia Masuki Era Baru: Globalisasi Mati, Digitalisasi Bangkit

Tak cukup sampai di situ, BI ikut mendorong stabilitas sistem keuangan melalui kebijakan makroprudensial, seperti kebijakan uang muka, financing ratio, dan lainnya.

Perry menambahkan, bauran kebijakan juga harus dilakukan BI dengan pemerintah, yakni koordinasi kebijakan moneter dan fiskal untuk stabilitas makroekonomi, juga reformasi struktural untuk mendorong industri manufaktur, pariwisata, agribisnis, perikanan, dan banyak lagi.

Bauran kebijakan yang juga penting, menurut Perry, ialah antara BI dengan Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melalui koordinasi Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.

"Bauran kebijakan ini untuk menghadapi meredanya globalisasi dan meningkatnya digitalisasi," tegas Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) ini.

Kedua, sinergi dan koodinasi antarpembuat kebijakan, yakni BI, Kemenkeu, OJK, dan LPS. Perry menyebut masing-masing otoritas memang punya kewenangan, independensi, dan sasaran yang ingin dicapai. Namun, dengan sinergitas, kebijakan mereka akan makin efektif dan mampu menyikapi meredanya globalisasi dan munculnya digitalisasi.

"Termasuk di dalamnya, perlunya juga meningkatkan komunikasi dan transparansi agar kebijakannya dipahami oleh para pelaku ekonomi," terangnya.

Yang terakhir, memanfaatkan era digitalisasi untuk mendorong ekonomi Indonesia dan menjaga stabilitas. Salah satunya melalui visi sistem pembayaran 2025, yakni integrasi antara ekonomi dan keuangan digital agar kebijakan moneter tetap berlangsung di era digitalisasi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rosmayanti
Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: