Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mengintip Prospek Warabala Coworking Space di Indonesia

Mengintip Prospek Warabala Coworking Space di Indonesia Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perusahaan konsultasi properti asal Amerika, JLL memprediksi pada 2030 tiga dari sepuluh bangunan di setiap jalan raya di seluruh dunia akan menjadi ruang kerja fleksibel. Ruang kerja bersama (coworking space) ini disebut JLL sebagai industri yang berkembang pesat karena dapat disewa oleh pekerja individu atau perusahaan dalam jangka pendek atau panjang.

Ruang kerja bersama di Indonesia sendiri telah tumbuh 400% di antara 2016 dan 2018 menurut Asosiasi Ruang Kerja Indonesia. Mengingat besarnya populasi milenial di Indonesia, tidak heran jika saat ini banyak perusahaan mencari ruang kerja fleksibel untuk memenuhi tuntutan demografis tersebut.

Menurut Colliers International, pasar ruang kerja fleksibel lepas landas pada 2017 ketika operator internasional memasuki pasar dan lebih banyak ruang terletak di kawasan pusat bisnis, bukan di pinggiran Jakarta.

"Para ahli memperkirakan tren ini akan berlanjut ketika pengusaha menyadari kebutuhan untuk memenuhi tuntutan tenaga kerja mereka," kata Matthew Kenley, Head of Partnership Growth, IWG, dalam keterangannya, Senin (9/9/2019).

Baca Juga: Canggih, Terminal 3 Soetta Kini Punya Coworking Space Premium

Tren ini membuat ruang kerja fleksibel menjadi pasar pertumbuhan yang menarik bagi para investor karena peluang waralaba baru berkembang di sektor ini.

Menurut Kenley, dalam batas waralaba berikutnya, peluang signifikan tersedia untuk menawarkan ruang kerja bersama karena jumlah pekerja fleksibel di sekitar kota-kota besar berlipat ganda. Analis memperkirakan pada 2022, tenaga kerja mobile global akan mencapai hingga 43% dari total tenaga kerja.

"Bagi mereka yang mencari investasi baru, ruang kerja fleksibel menawarkan peluang yang luas," jelas Kenley.

Pertumbuhan ruang kerja bersama di kawasan ini telah didorong oleh startup yang sedang berkembang di seluruh pasar, termasuk Indonesia. Perusahaan multinasional (MNC) pun melihat nilai dari memasukkan opsi ruang kerja fleksibel untuk mengakomodasi pekerja di berbagai regional dengan biaya yang lebih rendah.

Selain itu, pentingnya hubungan pribadi di kawasan ini telah membantu pertumbuhan ruang kerja bersama karena memungkinkan kolaborasi bisnis.

Kenley berujar, "Dalam penelitian kami di ruang kerja yang fleksibel, kami menemukan sekitar 85% responden global percaya bahwa produktivitas dalam organisasi mereka meningkat akibat dari fleksibilitas yang lebih besar. Untuk mempertahankan tingkat permintaan ruang kerja selama beberapa tahun ke depan, operator perlu memanfaatkan model waralaba."

Manfaat Waralaba Ruang Kerja Fleksibel

Tren waralaba biasanya terdapat di restoran atau pusat kebugaran. Namun ternyata, bisnis kantor (serviced office) menawarkan peluang yang lebih besar.

Kenley mengatakan, waralaba jenis ini bisa menghasilkan pengembalian investasi yang signifikan dan mendukung pertumbuhan cepat dan ekspansi yang diperlukan untuk mengatasi meningkatnya permintaan akan ruang kerja bersama di Indonesia.

Baca Juga: Horeee! Pemerintah Bakal Kasih Coworking Space untuk Startup Lokal

"Mereka juga mendapatkan manfaat dari kerangka bisnis operator, pemasaran, dan keahlian operasional untuk membuat usaha ini berhasil. Karena franchisee (pewaralaba) bermitra dengan operator ruang kerja fleksibel, perusahaan dan pekerja akan memiliki akses pengalaman berkualitas tinggi, sesuai dengan kebutuhan dan harapan lokal," kata dia.

Waralaba yang tertarik untuk berinvestasi dalam pengembangan ruang kerja yang fleksibel di Indonesia memiliki peluang awal untuk terlibat dalam bidang yang diperkirakan akan terus tumbuh dengan cepat karena globalisasi dan kemajuan teknologi menciptakan tenaga kerja yang lebih mobile. 

Karena alasan ini, kerja fleksibel bukanlah tren yang akan hilang dalam waktu dekat. Penelitian terbaru JLL menemukan bahwa ketika dihadapkan dengan dua tawaran pekerjaan serupa, 80% pekerja akan menolak pekerjaan yang tidak menawarkan pekerjaan fleksibel.

"Oleh karena itu, ruang kerja fleksibel perlu tersedia di kota-kota besar serta daerah sekitarnya untuk memenuhi permintaan yang harus diantisipasi di Asia Tenggara," tukas Kenley.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: