Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Multistakeholder Sepakat Dorong Optimalisasi Bahan Baku Tekstil dalam Negeri

Multistakeholder Sepakat Dorong Optimalisasi Bahan Baku Tekstil dalam Negeri Pemerintah, pelaku usaha, asosiasi, dan pelaku industri fashion sepakat untuk mengoptimalkan pemakaian bahan baku dalam negeri guna mendongkrak kinerja tekstil dan produk tekstil Indonesia (TPT). | Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Pangkalan Kerinci -

Pemerintah, pelaku usaha, asosiasi, dan pelaku industri fashion sepakat untuk mengoptimalkan pemakaian bahan baku dalam negeri guna mendongkrak kinerja tekstil dan produk tekstil Indonesia (TPT).

Kesepakatan bersama antar-pemangku kepentingan tersebut ditandai dengan penandatanganan oleh perwakilan pelaku industri tekstil dalam acara Multistakeholder dalam Forum bertema Upaya Mengoptimalkan Pemakaian Bahan Baku dalam Negeri untuk Produk TPT Indonesia yang digelar di Hotel Unigraha, Pangkalan Kerinci, Riau, akhir pekan lalu.

Penandatanganan kesepakatan tersebut diwakili oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat, Sekretaris Jenderal Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita, Direktur Asia Pacific Rayon (APR) Basrie Kamba, perwakilan desainer dalam Indonesia Fashion Chambers Yufie Safitri Sobari, dan lainnya.

Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kinerja tekstil Indonesia dengan melaksanakan beberapa kebijakan dan regulasi serta mendorong peningkatan investasi di bidang tekstil.

"Kami juga mendorong penggunaan bahan baku dalam negeri untuk industri tekstil, seperti serat rayon sebagai alternatif bahan baku selain kapas dan polyester sebagai upaya mengurangi ketergantungan impor," kata Sigit.

Baca Juga: Benah-Benah Industri Tekstil Indonesia

Selain itu, Sigit berharap investasi yang dilakukan pada industri rayon juga dapat mendorong peningkatan kinerja produk TPT berorientasi ekspor sehingga Indonesia semakin dekat untuk merealisasikan target dalam Making Indonesia 4.0.

Kemenperin mencatat kinerja ekspor industri TPT nasional dalam kurun tiga tahun terakhir terus menanjak. Pada tahun 2016, berada di angka US$11,87 miliar kemudian di tahun 2017 menyentuh US$12,59 miliar dan di 2018 dengan senilai US$13,27 miliar. Mayoritas produk ekspor adalah pakaian jadi (63,1%), kemudian disusul benang, serat, dan kain.

"Impor dikendalikan, daya saing dalam negeri diperkuat. Inilah formula tepat dalam mewujudkan industri TPT nasional untuk masuk jajaran lima besar dunia pada tahun 2030," lanjut Sigit.

Sebagai salah satu perwakilan pelaku usaha yang hadir pada penandatangan kesepakatan tersebut, Asia Pacific Rayon (APR) melihat viscose rayon bisa menjadi motor baru bagi tekstil Indonesia di pasar dunia.

"Dengan sejumlah keunggulan seperti berbahan baku dari bumi Indonesia, biodegradable, dengan harga yang bersaing, rayon bisa menjadi alternatif sekaligus masa depan bahan baku tekstil Indonesia," sebut Direktur APR Basrie Kamba.

Hal senada turut disampaikan oleh Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat. Ia melihat viscose rayon yang memiliki sifat alami dan mudah terurai akan sangat membantu dalam meningkatkan nilai ekspor industri TPT di Tanah Air.

"Jarang sekali saya mendengar produk tekstil yang everything Indonesia. Yang bisa sustainable dan bisa kita promosikan terus-menerus adalah rayon ini yang bisa menjadi produk dari Indonesia yang mendunia," ucap Ade.

Baca Juga: Mengurai Kusutnya Industri Tekstil Indonesia

Pada kesempatan yang sama, Redma Gita selaku Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) mendesak pemerintah untuk segera membuat kebijakan strategis demi bertahan di tengah gempuran impor.

"Banyaknya produk impor yang masuk membuat industri dalam negeri kewalahan. Bahkan, beberapa pabrik harus gulung tikar karena kesulitan bersaing. Jika kondisi ini terus berlanjut maka dalam waktu dua tahun ke depan TPT akan mengalami ancaman defisit neraca perdagangan," pungkas Redma.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengungkapkan industri TPT dalam negeri mampu bersaing di kancah global. Hal ini didorong struktur industrinya yang sudah terintegrasi dari hulu sampai hilir dan produknya juga dikenal memiliki kualitas yang baik di pasar internasional.

"Dengan pertumbuhan ekonomi dan pergeseran permintaan dari pakaian sehari-hari (basic clothing) menjadi pakaian fungsional seperti baju olahraga, industri TPT nasional pun perlu membangun kemampuan produksi dan meningkatkan skala ekonomi agar dapat memenuhi permintaan di pasar domestik maupun ekspor," tuturnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: