Atase Pertahahan China untuk Inggris Su Guanghui memperingatkan London bahwa keputusannya untuk mengirim kapal induk HMS Queen Elizabeth ke Laut China Selatan (LCS) akan dilihat sebagai "tindakan permusuhan" oleh Beijing.
Su Guanghui menambahkan bahwa langkah-langkah seperti itu melanggar kedaulatan dan integritas teritorial China.
Sebelumnya Kementerian Pertahanan Inggris mengumumkan penyebaran kapal induk ke wilayah LCS pada tahun 2021 sebagai bagian dari partisipasi negara dalam kebebasan operasi navigasi, yang juga dilakukan oleh AS dan Australia.
Baca Juga: Mengapa AS Tuntut China Patuhi Hukum Laut China Selatan?
Namun, Duta Besar China untuk Inggris Liu Xiaoming menolak klaim bahwa operasi semacam itu mempromosikan kebebasan bernavigasi di jalur pelayaran.
"Laut China Selatan adalah lautan luas. Kami tidak keberatan dengan orang yang berlayar di sana tetapi tidak memasuki perairan teritorial China dalam 12 mil laut. Jika Anda tidak melakukan itu, seharusnya tidak ada masalah. Laut China Selatan cukup luas untuk memiliki navigasi pengiriman gratis," kata Xiaoming seperti dikutip dari Sputnik, Rabu (11/9/2019).
Inggris dan China telah memiliki konflik atas tindakan Angkatan Laut Inggris di LCS, yaitu saat kapal penyerang amfibi HMS Albion berlayar di dekat Kepulauan Paracel, sebuah kepulauan yang disengketakan saat ini dikendalikan oleh China.
Beijing juga memiliki ketegangan dengan Amerika Serikat (AS) mengenai kebebasan operasi navigasi di laut, menyebutnya sebagai aksi "provokasi".
Baca Juga: Kesekian Kalinya, China Tolak Kapal Perang AS Masuk Wilayahnya
Terlepas dari protes China, Washington terus melakukan operasi, menuduh Beijing melakukan ekspansi militer yang agresif di kawasan itu, termasuk melalui pembangunan pulau-pulau buatan. China menegaskan bahwa instalasi militernya di LCS murni "defensif".
Kedaulatan atas berbagai pulau dan wilayah LCS, yang sangat penting karena banyaknya jalur perdagangan maritim yang melaluinya, diklaim oleh berbagai negara seperti Brunei, Taiwan, Malaysia, Indonesia, Filipina, dan Vietnam.
Namun sebagian besar wilayah ini saat ini dikendalikan oleh China. Negara yang disebut terakhir bahkan tidak mengakui keputusan badan internasional, seperti oleh Arbitrase, yang membantah klaim Beijing atas apa yang disebut wilayah Sembilan Garis Putus di LCS.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: