Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mengecam perusahaan perkebunan sawit yang turut menyebabkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Karhutla telah menimbulkan dampak ekonomi, sosial, dan kesehatan yang tidak sedikit.
Dono Boestami, Direktur Utama BPDPKS, menilai Karhutla yang sengaja dilakukan adalah sebuah kejahatan besar walaupun tindakan tersebut demi kepentingan ekspansi kelapa sawit.
Hal tersebut, menurutnya, bertentangan dengan komitmen pemerintah dalam pengelolaan sawit yang berkelanjutan sesuai dengan Inpres nomor 8 tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit.
"Dengan Inpres tersebut diterapkan moratorium, tidak dibenarkan ada pembukaan lahan baru untuk perkebunan sawit," kata dia melalui siaran berita, Kamis (9/19/2019).
Baca Juga: Tinjau Karhutla Tak Pakai Masker, Kunjungan Jokowi Kaleng-Kaleng!!
Pemerintah sendiri, kata Dono, telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produktivitas melalui lahan yang tersedia. Beberapa program unggulan pun dibuat melalui peremajaan sawit rakyat untuk meningkatkan produktivitas melalui upaya konservasi, penerapan prinsip Good Agricultural Practice (GAP), dan mencegah pembukaan lahan baru secara ilegal.
"Pembukaan lahan baru untuk perkebunan sawit, apalagi melalui cara-cara ilegal seperti pembakaran adalah tindakan melanggar hukum," tegas Dono.
Sektor sawit selama ini, tambahnya, juga ikut berupaya melakukan pencegahan karhutla. Perusahaan perkebunan sawit dan pemerintah melakukan berbagai upaya, termasuk pembentukan satgas cegah kebarakan hutan oleh beberapa perusahaan perkebunan kelapa sawit, yang bekerja sama dengan masyarakat.
Berkat berbagai upaya tadi, berdasarkan data dari Global Forest Watch Fire terkait Karhutla di Indonesia pada 8-15 September 2019, lebih dari 83% kebakaran lahan berada di luar lahan konsesi sawit, yang terdiri dari 69% di luar konsesi, 11% di konsesi pulpwood, dan konsesi logging 3%.
BPDPKS sendiri bersama Kemenkominfo menggaungkan kampanye sawit, yang tujuannya bukan untuk membela perkebunan kelapa sawit, apalagi membenarkan pembukaan lahan dengan pembakaran hutan, tetapi mengedukasi masyarakat bahwa sawit adalah komoditas paling strategis di Indonesia.
"Kampanye negatif di luar negeri mengenai isu sawit harus direspons dengan konten positif yang berdasarkan fakta dan data. Hal ini harus dilakukan karena kampanye negatif berdampak pada kehidupan jutaan petani sawit Indonesia, serta jutaan orang yang menggantungkan hidupnya pada kelapa sawit," tandasnya.
Asal tahu saja, sebagai komoditas strategis nasional, sektor sawit menjadi penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia, berperan terhadap 3,5% PDB, berpengaruh positif terhadap neraca perdagangan, serta menjadi instrumen ketahanan energi nasional yang sejak Agustus 2015 sampai Juli 2019, menggantikan lebih dari 12,61 juta kiloliter (KL) bahan bakar fosil dengan biodiesel.
Baca Juga: Impor Sawit dari Indonesia, Bugaria Buka Pasar Eropa buat RI
Kehidupan sehari-hari pun tidak bisa terlepas dari sawit yang merupakan komponen dalam berbagai kebutuhan pokok untuk makanan, keperluan mandi, kosmetik, dan bahan bahan konsumsi lainnya.
"Pilihan bagi Indonesia bukan membunuh sektor sawit, tetapi bersama menjaga agar pengelolaan sawit berkelanjutan dapat berlangsung. Artinya, tidak ada pembukaan lahan baru, apalagi secara ilegal; tidak ada deforestasi dan eksploitasi; kesejahteraan petani dan masyarakat meningkat; tanggung jawab sosial dan pemberdayaan masyarakat terpenuhi, serta usaha secara berkelanjutan meningkat," pungkas Dono.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: