Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Iskandar Simorangkir mengungkapkan penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) telah mencapai Rp88,71 triliun hingga Juli 2019 atau 63,36% dari target 2019 sebesar Rp140 triliun. KUR tersebut diberikan kepada sekitar 3,2 juta debitur tahun ini.
Lebih rinci dijelaskan bahwa penyaluran KUR sepanjang tahun ini masih didominasi oleh skema KUR mikro yakni 64,75%, diikuti dengan skema KUR kecil sebesar 34,87%, dan KUR TKI sebesar 0,39%.
"Kinerja ini menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap pemerataan akses pembiayaan untuk usaha kecil," kata Iskandar di Jakarta, Jumat (20/9/2019).
Ia mengatakan, sejak pertama kali disalurkan pada Agustus 2015, total penyaluran KUR telah mencapai Rp421,99 triliun dengan outstanding Rp150,9 triliun dan non-performing loan (NPL) 1,38%.
Baca Juga: Hingga Agustus 2019, KUR Mandiri Tingkat Nasional Capai Rp15,3 Triliun
Iskandar menuturkan, semangat dari program KUR ini adalah kebijakan pemerataan ekonomi. Kebijakan tersebut diperlukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif guna mengatasi ketimpangan pendapatan.
"Sebagai bentuk dukungan terhadap sektor UMKM, pemerintah terus mempermudah dan menurunkan suku bunga KUR. Sejak 2018 hingga kini, suku bunga KUR hanya sebesar 7%. Jadi, kami ingin benar-benar membantu masyarakat kecil, membantu usaha mikro," terang Iskandar.
Sekretaris Kemenko Perekonomian, Susiwijono mengharapkan penyaluran KUR dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Dengan meningkatkan akses pembiayaan, kapasitas daya saing usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga diharapkan tumbuh.
Dirinya pun menerangkan bahwa di tengah pelemahan ekonomi dunia, perekonomian Indonesia masih mampu tumbuh di kisaran 5%. Pertumbuhan tersebut diiringi kualitas yang semakin membaik tercermin dari inflasi yang rendah, serta menurunnya tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran, dan rasio gini.
Baca Juga: Penyaluran Kredit Perbankan Melambat Tumbuh 9,7% di Juli
Meski demikian, pemerintah, lanjutnya, mengakui bahwa masih ada beberapa isu strategis pembangunan yang perlu dibenahi agar ekonomi bisa tumbuh lebih tinggi. Pertama, regulasi yang tidak mendukung penciptaan dan pengembangan bisnis, bahkan cenderung membatasi khususnya pada regulasi tentang tenaga kerja, investasi, dan perdagangan.
Kualitas institusi pun rendah, mulai dari korupsi yang tinggi, birokrasi yang tidak efisien, serta lemahnya koordinasi antarkebijakan. Persoalan lainnya datang dari sisi fiskal, yaitu rendahnya penerimaan perpajakan. Selain itu, infrastruktur dan konektivitas serta peningkatan kualitas SDM juga menjadi fokus utama perbaikan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Rosmayanti